Kehidupan Kampus di TU Dresden

 

Hallo kawan-kawan dimanapun kalian berada, salam kenal ya. Saya Aji Pratama Rendragraha, asalnya dari Kota Bandung dan puji Tuhan setelah menjadi awardee LPDP  dari PK-39 kini saya sedang menempuh pendidikan S2 jurusan komputasi lanjut di bidang teknik sipil di TU Dresden, Jerman. Melalui tulisan singkat ini saya mencoba berbagi terkait kehidupan mahasiswa di kampus dimana saya sedang menuntut ilmu saat ini. Kisah kehidupan mahasiswa yang akan saya ceritakan ini tidak lain tidak bukan yakni tentang saya sendiri :). Baiklah kita mulai saja kisahnya.

Setelah lima tahun lamanya merasakan hidup sebagai mahasiswa di kota Bandung lalu hidup sebagai pegawai selama satu tahun, akhirnya sekarang kembali lagi hidup sebagai mahasiswa. Kehidupan saya sebagai mahasiswa di TUD ini belumlah lama, masih seumur singkong (sekali-kali ganti bukan jagung hahahaha) yakni kurang lebih baru delapan bulan saja. Buat saya ini pertama kalinya saya hidup ngekos seorang diri jauh dari orang tua, jadi cukup deg-degan. Tapi hal itu bukanlah masalah besar karena dengan kemajuan teknologi. Saat ini, sejauh apapun kita terpisah di belahan bumi lain selama ada internet (apalagi kenceng-kenceng internetnya di sini hahahah) komunikasi dengan keluarga bisa tetap terjalin.

 

Saya tiba di Jerman pada tanggal 29 September 2015 dan hari pertama kuliah jatuh pada 12 Oktober 2015. Selama jeda waktu tersebut, selain bisa digunakan untuk mengenal daerah sekitar, tak kalah penting adalah mengurus registrasi kedatangan, dan registrasi ini ada beberapa jenis sebagai  berikut:

  • Registrasi asrama / tempat tinggal

Di Indonesia, asrama mahasiswa bukanlah sesuatu yang asing sebab beberapa universitas / perguruan tinggi pun mempunyai asrama-asrama mahasiswa. Mendapatkan tempat tinggal sebelum sampai di kota /  negara tujuan adalah sesuatu hal penting yang harus bisa terpenuhi karena kalau tidak, urusannya repot. Alamat ini nantinya harus kita bawa ke imigirasi untuk daftar diri dan juga universitas. Kebanyakan mahasiswa akan berusaha mendapatkan tempat tinggal asrama kampus. Mengapa? Sebab banyak sekali keuntungannya mulai dari biaya yang murah dan sudah mencakup hampir semua biaya sewa yang ada (air, listrik, dan internet). Asrama ini pun beragam harganya, ada yang mahal dan murah tergantung tipenya apakah Einzelapartment / WG (tinggal dengan beberapa orang dalam satu flat). Kebetulan saya saat ini tinggal di tipe WG. Nah, tipe ini pun ada enak dan tidaknya. Enaknya kalau tetangga kita intinya adalah orang yang ramah, supel, rajin bersih-bersih dapur atau tidak jorok, maka pasti betah. Namun, jika yang sebaliknya, maka ini petaka hahahahaha. Ibarat peribahasa, “akibat nila setitik rusak susu sebelanga”. Begitulah, bisa jadi yang tidak bersalah terkena semprot dari Hausmeister (semacam bapak/ibu kos kalau di Indonesia).

  • Registrasi ke imigrasi

Daftar diri ke imigrasi hukumnya wajib di awal kedatangan setelah mengantongi surat tempat tinggal yang dikeluarkan oleh Studentenwerk atau yang menyewakan tempat tinggal ke kita. Jangan menunda-nunda lebih baik disegerakan. Yang unik adalah kita diberi uang kedatangan oleh pemeritah setempat loh (sekalipun nanti terpakai untuk bayar perpanjangan visa hahahah)

  • Registrasi ke kampus

Registrasi terakhir sebelum memulai perkuliahan adalah immatrikulasi. Yang menarik adalah staf kampus yang melayani kita itu tidak bapak/ibu tata usaha dibalik kaca seperti umumnya di tempat saya berkuliah dulu namun mahasiswi dan mahasiswa yang cantik dan ganteng, hehehehe. Jadi sedikit memberikan angin segar hahahaha.

 

Menjadi Mahasiswa Baru di Dresden

Layaknya di Indonesia, di awal tahun ajaran baru ada acara penyambutan mahasiswa baru layaknya sidang terbuka. Namun, perbedaan paling mencolok yang saya rasakan adalah tidak adanya acara semacam ospek (buat mahasiswa sarjananya). Kegiatan “sidang terbuka” nya pun sangat santai, tidak ada acara gladi resik dan semuanya harus mengenakan jamal (jaket almamater). Sebelum masuk ruangan, setiap orang diberikan tas kampus dengan beberapa kejutan didalamnya. Ada juga kejutan 18++, hehe. Setelah itu dilanjut dengan acara tur kampus sesuai jurusan masing-masing.

Selang beberapa hari ada acara penyambutan kembali. Kali ini datangnya dari jurusan / fakultas masing-masing. Isi kegiatannya kurang lebih sama; seperti ada perkenalan dari staf pengajar, presentasi tentang subjurusan dan diakhir ada acara pesta kecil-kecilan semacam pesta BBQ. Diawal, saya pikir ini bagian dari acara jurusan, namun ternyata ini diinisiasi oleh mahasiswa Jerman sehingga makan dan minumnya harus bayar ^_^. Tapi tak apa, yang penting itu bisa menjadi ajang saling mengenal.

Hanya saja, ada sedikit perbedaan di sini. jika kita bukan orang yang akan menjadi kolega mereka di kelas atau akan bertatap muka setiap hari dengan mereka, maka berkenalan dengan menanyakan nama adalah hal yang tidak lazim. Saya baru tahu akan hal itu. Jadi, hampir tidak ada mahasiswa Jerman yang namanya saya tahu di acara itu. Walaupun asyik berbincang, tapi di akhir tidak saling tahu nama merupakan hal umum terjadi di sini.

 

Paduan Suara

Paduan suara TUD ketika acara penyambutan mahasiswa baru

 

Acara BBQ

Acara BBQ yang diadakan mahasiswa selepas acara perkenalan fakultas dan jurusan

Keberagaman budaya yang ada di kampus TUD ini juga sangat beragam. Di kelas di jurusan tempat saya kuliah saat ini terdapat perwakilan hampir dari semua benua dan belahan dunia yang ada. Hal ini adalah pengalaman pertama saya untuk dapat berinteraksi dengan beragam orang dari suku bangsa yang berbeda dan juga bisa menjadi ajang promosi budaya masing-masing.

Seumur-umur saya berkuliah selama tingkat sarjana, tidak pernah sekalipun saya mengundang teman untuk datang kerumah untuk merasakan masakan saya sendiri. Tapi di sini berbeda. Bawaannya selalu ingin mengundang beberapa kawan di kelas untuk mampir ke kosan dan mencicipi masakan buatan saya sendiri (yang rasa nya tidak teruji :D). Baru disinilah saya memotivasi diri saya sendiri untuk bisa memasak. Selain karena memang menjadi kebutuhan sehari-hari, namun juga dapat menjadi media untuk bertukar dan promosi budaya kita. Kegiatan seperti ini bisa sangat efektif untuk membangun pertemanan dengan kawan-kawan kita sehingga bisa menciptakan suasana perkuliahan yang menyenangkan juga.

Secara garis besar, dari apa yang saya rasakan, kehidupan sebagai mahasiswa baik di Indonesia dahulu dan di Jerman sekarang, tidak terlalu jauh berbeda. Kita yang tetap memegang kendali apakah mau kuliah atau tidak, mau mengerjakan tugas atau tidak, mau ujian atau tidak. Hanya ada beberapa system yang berbeda. Contohnya, kalau kita mau ikut ujian mata kuliah tertentu maka kita harus registrasi untuk tugas matakuliah tersebut dan juga registrasi kembali beberapa minggu sebelum ujian akhir.

 

Sistem Akademik

Perbedaan mencolok  lain dari segi sistem akademik di kampus TUD (khususnya jurusan saya)  adalah tidak adanya ujian tengah semester, nilai tugas tidak ada kontribusi terhadap nilai akhir, dan maksimal mengulang mata kuliah adalah sebanyak tiga kali jika kebablasan maka langsung kena kartu merah alias DO. Jadi dipikir-pikir agak horror karena nasib kita di setiap semester hanya sekali tembak saja, dan ditambah dengan sistem nilai di Jerman yang juga berbeda pengkategoriannya. Oleh karenanya, kita harus rajin-rajin melihat email mahasiswa dan pengumuman supaya tidak terjadi kesalahan konyol (semisal tidak bisa ikut ujian karena lupa registrasi / terlewat tanggalnya).

Hal unik lain terkait akademik di TUD ini adalah tidak adanya acara wisuda untuk seluruh strata pendidikan yang ada. Jadi, kalau ada yang lulus dari TUD tapi ada foto lempar toga berarti mencurigakan.

Untuk hal yang berurusan dengan dosen, semisal ingin bertamu ke ruangannya untuk bertanya, prosedur yang harus dilakukan tidak jauh berbeda. Kita harus bertanya terlebih dahulu kapan beliau ada waktu. Di sini biasanya mereka mengumumkan jadwal konsultasi (boleh datang langsung ke ruangannya atau harus bikin janji via email dahulu). Tidak seperti di kampus saya terdahulu dimana kita bisa dengan mudah meminta nomor ponsel dosen dan bisa janjian via sms, di sini hal itu tidak lazim. Seperti yang sempat saya ceritakan tadi, menanyakan nama atau no hp atau hal-hal yang bersifat personal tidaklah lazim disini bagi seseorang yang baru kenal atau hubungannya tidak kuat.

Tetapi dari sejauh apa yang saya rasakan, mereka bersikap ramah dan jujur dalam menjawab. Kalau mereka tidak tahu sekalipun, sudah professor, tidak malu menjawab tidak tahu atau apa adanya dari yang mereka tahu. Mereka menghargai setiap pertanyaan dari mahasiswanya sekalipun itu hanyalah pertanyaan sepele atau pertanyaan yang mungkin terkesan dangkal. Mereka tetap menjawab pertanyaan itu dengan sopan. Untuk urusan datang tepat waktu ke kelas sampai sejauh ini belum pernah ada yang dimarahi dosen karena telat datang, bahkan ada yang datang 15 menit sebelum kelas bubar tapi tidak dimarahi juga ^_^’. Akan tetapi, dosen-dosennya sendiri bisa dibilang tepat waktu semua, paling hanya selisih lima menit dari jadwal yang seharusnya, belum ada yang telat sampai setengah jam atau bahkan diam-diam tidak datang.

Sekalipun hampir semua hal terkait perkuliahan dilakukan secara online, ada beberapa hal yang masih konvensional. Diantaranya menulis di papan kapur bahkan menulis di atas OHP. Tugas-tugas kebanyakan masih ditulis tangan.

 

Fasilitas

Ada juga hal yang dulu mudah sekarang menjadi sulit dan mahal, contohnya urusan fotokopi dan mencari tempat foto kopinya itu sendiri. Di kampus di Indonesia sebelumnya, saya dapat dengan mudah menemukan tempat fotokopi baik di dalam jurusan atau disekitaran kampus dengan buka 24 jam. Murah dan segala urusan perjilidan bisa dilakukan disana. Namun sekarang semua itu menjadi barang langka. Mau fotokopi mahal apalagi print berwarna. Mau beli buku pun mahal karena tidak ada yang fotokopian. Ya di satu sisi memang bagus, tidak ada akses terhadap hal-hal yang bersifat bajakan dan jangan coba-coba maen torrent lhoh ya disini karena urusannya bisa digerebek polisi nanti hehehe.

Loh kan ada perpus, disana koleksi bukunya banyak, buat apa cari-cari buku buat dibeli lagi?

Memang sih ada perpus, namun tetap saja kita harus berlomba dengan mahasiswa lain untuk meminjam apalagi kalau bukunya terbatas tapi jadi incaran sejuta umat, susah deh jadinya.

Jujur, dari jaman dahulu kala, saya tipe orang yang kalau belajar itu entah mengapa senangnya di kamar, jadi biarpun disini ada perpus dengan fasilitas yang bagus tetap saja saya lebih senang belajar di kamar karena merasa lebih “bebas”. Meskipun demikian, urusan mencari referensi buku bukan sebuah kesulitan besar. Saya bisa meminta bantuan dari kawan yang di Indonesia untuk mencarikan versi PDF nya lalu dikirim ke email.

Hal menarik tentang perpustakaan di Dresden ini adalah bahwa perpustakaan yang bermana SLUB (Sächsische Landesbibliothek Staats und Universitätsbibliothek Dresden) ini bukan hanyak milik TUD semata namun ini adalah milik pemerintah. Setiap mahasiswa dari semua perguruan tinggi yang ada di Dresden bisa meminjam buku darinya. Perpustakaan ini buka hingga jam 12 malam bahkan di hari Sabtu dan Minggu.

Disekitaran kampus dan perpustakaan terdapat beberapa “Mensa” atau kantin. Apa bedanya kantin kampus yang ada di Indonesia dengan yang disini? Dari apa yang saya lihat perbedaannya adalah kita dapat mengakses menu yang akan disajikan di kantin-kantin ini setiap harinya, jadi kita bisa memilih-milih dahulu mau makan apa di kantin yang mana. Makanannya ada yang seperti prasmanan (tapi tidak ngambil sendiri jadi tidak bisa timbun menimbun lauk untuk menyamarkan). Tapi tenang, sekalipun tidak ngambil sendiri, porsi yang dikasih dijamin tidak ingin membuat nambah sebab langsung kenyang.

Saya pribadi jarang makan di kantin karena bagaimanapun, lebih murah kalau masak sendiri sekalipun tidak lebih enak dari yang ada di kantin. Kalau mampir ke kantin, menu favorit saya adalah pudding coklat. Pudding di sini bentuknya sangat aneh, bisa dibilang seperti bubur tapi cita rasanya menarik di lidah.

Kalau mau bayar, kita tinggal bayar menggunakan kartu kantin isi ulang. Kita bisa mengisinya dengan sejumlah uang, berapapun yang kita mau.

Hal baru yang saya temui di Jerman adalah, kita memang dituntut untuk mandiri. Selesai makan, semua peralatan makan termasuk bakinya harus kita bawa sendiri ke tempat pengumpulan piring kotor. Hal ini tidak hanya berlaku di kantin, tetapi juga ditempat makan umum lain keculai restoran khusus yang memang menugaskan pelayan untuk melayani pelanggan di meja. Kalau dipikir-pikir kita selama di Indonesia benar-benar menjadi raja dan ratu kalau datang membeli makanan ke tempat makanan, karena kita cukup mengangkat tangan pelayan datang dan segala sisa piring kotor kita serahkan ke mereka. Sayangnya kebaikan dan tugas mereka itu tidak sesuai dengan apresiasi yang mereka terima setiap bulannya bila dibandingkan dengan pelayan rumah makan / resto cepat saji di Jerman. Salah satu pelajaran berharga lain yang saya dapatkan di Jerman ini adalah bagaimana kita menghargai dan mengapresiasi hasil kerja seseorang dengan layak

 

Keseharian Mahasiswa Dresden

Ok kita coba lanjut lagi ke kegiatan sehari-hari lain yang biasa dilakukan seorang mahasiswa

Ternyata selain tidak ada kegiatan ospek di awal perkuliahan mahasiswa baru, di kampus TUD pun tidak ada himpunan mahasiswa layaknya di kampus-kampus di Indonesia, jadi tidak bisa kita temukan mahasiswa yang main gitar sambil merokok dan minum kopi di sekre himpunan sepanjang hari. Tetapi, ada sebuah lembaga kemahasiswaan yang disebut dengan Studentrat.

Saya tidak tahu persis apakah yang dilakukan oleh organisasi ini, apakah berfungsi sama seperti himpunan atau seperti BEM atau keluarga mahasiswa atau yang lainnya. Saya haya pernah masuk sekali ke gedung mereka dan di mading nya banyak sekali tertera informasi untuk mahasiswa, salah satu yang saya lihat pada waktu itu adalah lowongan pekerjaan sambilan (teman saya sedang mencarinya dikala itu). Tetapi setiap pertengahan semester dan juga menjelang ujian akhir semester, ini jadi fasilitas berkumpul juga. Mahasiswa-mahasiswa Jerman di fakultas suka mengadakan acara pesta BBQ kecil-kecilan yang tidak gratis seperti yang saya ceritakan di awal.

Di TUD juga menawarkan unit-unit kegiatan mahasiswa seperti unit berkuda, salsa, korus dan orchestra, dll. Sekalipun tidak semua dari unit kegiatan itu bebas dari iuran namun dari cerita kawan saya yang mengikutinya terkesan sangat menarik.

Selain itu, kita diberikan jatah sebesar dua kredit/SKS untuk mengambil mata kuliah bahasa asing. Ini tidak wajib boleh diambil dan boleh tidak, kalaupun diambil dan tidak lulus tidak mempengaruhi kelulusan semesteran kita kok. Saya sendiri semester lalu pernah mencoba untuk ikut kelas bahasa Latin, namun sayang karena ini kelas online dimana bahan kuliah di unduh dan dibaca sendiri jadi susah bagi saya untuk memahaminya. Ditambah waktu untuk belajarnya pun banyak tersita oleh mata kuliah wajib, jadi apa boleh buat, saya tidak berhasil untuk kelas bahasa Latin ini.

Sekalipun ini tidak berlaku umum di semua fakultas, namun kebetulan fakultas saya kemarin memberikan kesempatan kepada semua mahasiswa barunya untuk mengikuti kursus bahasa Jerman selama kurang lebih tiga bulan secara gratis disesuaikan dengan tingkat bahasa yang sudah ada. Hal ini sangat bermanfaat karena kalau kita menggunakan biaya sendiri, bisa memakan biaya hingga ratusan Euro.

Terakhir, setiap setahun sekali terutama ketika menjelang Natal, TUD dan beberapa fakultas suka mengadakan pesta Natal. Tapi pesta ini tidak seperti missa ataupun kebaktian, lebih mengarah kepada momen untuk bisa saling mengenal antara staf pengajar, kampus dan mahasiswa satu sama lain. Jadi isi dari pesta ini ada makan-makan baik itu cemilan kue atau juga seperti bazar makanan dari beberapa negara yang bisa dibeli. Isinya umumnya ngobrol-ngobrol. Yang menarik adalah adanya pertunjukan budaya / seni dari beberapa negara.

Untuk pesta Natal TUD tahun kemarin, Indonesia adalah salah satu negara yang diminta untuk mempersembahkan pertunjukkan budaya. Penampilan budaya ini diwakili oleh srikandi-srikandi dari FORMID (Forum Masyarakat Indonesia Dresden) dengan membawakan tarian Saman. Makanan Indonesia yang dijual adalah diantaranya cireng bumbu rujak, mie ayam, martabak telur, dll. Aduh, jadi ngiler membayangkannya.haha

 

Tari Saman

Tari Saman yang dibawakan oleh perwakilan FORMID

Stand Makanan

Stand makanan Indonesia di Hörsaalzentrum TUD ketika pesta Natal kampus

 

 

Bersama Rektor

Foto bersama Rektor TUD di acara pesta Natal kampus

 

Sekian cerita singkat terkait kehidupan mahasiswa di TUD dari sudut pandang saya pribadi, mohon maaf kalau tidak menarik karena begitulah hidup yang saya jalani sebagai mahasiswa disini hahahah. Mohon maaf bilamana ada hal yang tidak berkenan dan kesalahan penulisan, terimakasih

 

Kontributor : Aji Pratama Rendragraha

TU Dresden

One thought on “Kehidupan Kampus di TU Dresden”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *