Prosedur untuk memperoleh Unconditional Letter of Acceptance (LoA) S3 di RWTH-Aachen

 

Beberapa hari yang lalu ada pertanyaan dari teman yang masuk ke inbox fb saya tentang bagaimana mendapatkan Unconditional Letter of Acceptance (LoA) dari RWTH-Aachen. Katanya, info yang diperoleh dari postingan saya sebelumnya masih belum jelas cara mendapatkan LoA unconditional tersebut. Benar, postingan tersebut lebih difokuskan pada langkah awal bagaimana mendapatkan persetujuan profesor sebagai pembimbing doktoral dalam bentuk offer letter. Dan kemaren ada teman juga yang datang ke Aachen dengan hanya bermodalkan offer letter dari profesor untuk mendaftar ulang (enrolment) sebagai mahasiswa doktor di RWTH-Aachen. Tentu saja pihak kampus (Admission Office) meminta teman saya ini untuk mengisi formulir yang sebenarnya bisa dilakukan secara online dan tidak harus datang ke Aachen. Saya tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa mendapatkan LoA Unconditional dari pihak kampus, mengingat pengalaman saya butuh waktu kurang lebih 2 bulan sampai terbit LoA tersebut. Nah, agar di kemudian hari tidak terjadi „kesalahan“ dalam memaknai LoA ini, sedikit saya tulis pengalaman saya bagaimana mendapatkan LoA unconditional bermodalkan offer letter dari profesor.

LoA, merupakan bukti (surat keterangan) yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan layak sebagai calon mahasiswa pada sebuah program studi (di kampus Jerman biasanya disebut Institut) secara akademik. Berbeda dengan Offer Letter (ada juga yang menyebutnya Invitation Letter), LoA ini dikeluarkan oleh pihak kampus kepada calon mahasiswa yang telah melakukan pendaftaran secara online dan mengirimkan berkas-berkas yang berhubungan dengan akademik seperti ijazah dan transkrip nilai, sertifikat IELTS/TOEFL yang masih berlaku, dan lain-lain. LoA ada yang masih bersifat “bersyarat” (conditional) dan ada yang sudah “tidak bersyarat” (unconditional). Kondisi bersyarat biasanya karena ada salah satu persyaratan pendaftaran (atau lebih) yang belum terpenuhi seperti nilai IELTS/TOEFL. Beberapa penyandang dana (sponsor) biasanya lebih mengutamakan calon penerima beasiswa yang sudah memiliki Unconditional LoA karena ini artinya calon mahasiswa tersebut sudah memastikan satu “kursi” di kampus yang dituju sehingga proses kuliah dapat dilaksanakan sesegera mungkin.

 

Seperti halnya kampus/universitas yang lain, ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk mendapatkan satu “kursi” di program doktoral RWTH-Aachen, yaitu :

  1. Mendaftar secara online

Sama halnya dengan mahasiswa S1 dan S2 lainnya, langkah awalnya adalah melakukan pendaftaran secara online di website :

https://zul-a.campus.rwth-aachen.de/Default.aspx?imma=einl

Setelah selesai mengisi data pada pendaftaran online di atas, pada tahap akhir ada formulir pendaftaran (application form) yang telah terisi sesuai dengan data yang dimasukkan sebelumnya dan nomor pendaftaran (application number). Silahkan mencetak formulir tersebut. Nomor pendaftaran ini dibutuhkan pada saat menghubungi pihak International Office baik melalui email ataupun via telp untuk menanyakan status pendaftaran.

  1. Mengirimkan dokumen melalui pos

Sesuai dengan arahan yang tertera pada saat mendatar online, beberapa dokumen berikut harus dikirimkan melalui pos.

  • Formulir pendaftaran yang sudah diisi dan dibubuhi tanda tangan pendaftar.
  • Invitation Letter (Offer Letter) dari Profesor.
  • Formulir yang menyatakan profesor bersedia menjadi pembimbing (“Betreuungsbestätigung Promotion”). Contoh formulir seperti ini(Formulir ini juga menyatakan bahwa tidak ada kendala dengan persyaratan bahasa karena untuk mendapatkannya harus mengirimkan sertifikat IELTS/TOEFL ke pihak International Office.)
  • Daftar Riwayat Hidup (Curriculum Vitae). Sebaiknya menggunakan template dari http://europass.cedefop.europa.eu/en/home
  • Fotokopi tranksrip dan ijazah S1 dan S2 yang telah dilegalisir.
  • Fotokopi transkrip dan ijazah S1 dan S2 dalam bahasa Inggris atau bahasa Jerman. Transkrip dan ijazah dalam bahasa Inggris yang dikeluarkan secara resmi oleh kampus-kampus di Indonesia bisa digunakan sehingga tidak perlu mengalihbahasakan ke jasa translator.

Seluruh dokumen tersebut dikirimkan ke alamat:

“International Office der RWTH-Aachen. Abt. 2.1 – Zulassung.

Templergraben 57, 52062 Aachen, Germany”

 

  1. Menunggu informasi dari pihak International Office kampus tentang kelulusan pendaftaran kita.

Untuk kasus saya, karena waktu yang sangat sempit untuk mengikuti wawancara beasiswa, saya menghubungi petugas International Office melalui surat elektronik (email) mengenai status pendaftaran. Saya jelaskan kondisi saya saat itu bahwa saya butuh Unconditional LoA dari RWTH-Aachen untuk mengikuti wawancara beasiswa dari pemerintah Indonesia dan saya belum bisa mengirimkan dokumen melalui pos karena akan membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke Aachen. Setelah diskusi dan mengirimkan soft copy semua berkas-berkas yang dibutuhkan, Alhamdulillah pihak kampus bersedia mengeluarkan Unconditional LoA dan mengirimkan salinannya ke email saya.

Lampiran LoA unconditional saya dapat dilihat di sini.

Poin dari tulisan ini adalah bahwa untuk mendapatkan Unconditional LoA Doktor (S3) setelah mendapatkan offer letter dari profesor di RWTH-Aachen tidak terlalu sulit asalkan mengetahui prosedurnya. Dan jangan malu untuk bertanya ke profesor ataupun pihak International Office kampus mengenai hal-hal yang memang belum jelas saat melakukan pendaftaran. Semoga sukses.

 

Kontributor : Dedi Rosa Putra Cupu

Mahasiswa Doktoral, RWTH Aachen University

Menghubungi Beberapa Profesor vs Menghubungi Hanya 1 Profesor (Langkah Awal Mendapatkan LoA di RWTH-Aachen)

 

„apa kalian tidak ingin menginjak tanah selain tanah yang kalian injak sekarang?“

(BASO, DALAM FILM NEGERI LIMA MENARA)


Mendapatkan invitation letter ataupun persetujuan dari seorang profesor sebagai supervisor kita merupakan salah satu syarat untuk menempuh pendidikan doktor (S3) di beberapa universitas di Jerman termasuk di RWTH-Aachen University. Invitation Lettertersebut menjadi kunci awal untuk mendaftar di universitas, tentu saja dibarengi dengan dokumen-dokumen lain seperti sertifikat bahasa asing (IELTS/TOEFL), ijazah dan transkrip nilai S1 dan S2 versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (lebih bagus lagi kalau punya yang versi bahasa Jerman). Dengan adanya invitation lettertersebut (dan pertimbangan lain seperti Indeks Prestasi Kumulatif (IPk) S2, IELTS/TOEFL, dan lain-lain), pihak Universitas akan mengeluarkan Unconditional Letter of Acceptance (LoA). LoA inilah yang akan digunakan sebagai syarat mendapatkan beasiswa dari pemerintah Indonesia (DIKTI ataupun LPDP) ataupun dari lembaga lain seperti DAAD.

Membaca kisah mereka-mereka yang lebih dahulu menempuh pendidikan di tingkat doktor, dan mendengarkan cerita kawan-kawan yang sedang menempuh S3 di beberapa universitas luar negeri, mereka rata-rata menghubungi beberapa profesor di beberapa universitas dalam rentang waktu yang relatif sama, berharap dari beberapa profesor tersebut memberikan respons terhadap email yang dikirimkan. Seumpama memancing, dengan menyebarkan umpan yang banyak pada beberapa sungai, peluang untuk mendapatkan ikan jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya melemparkan satu umpan di satu sungai.

Beda orang, tentulah beda konsep pemikirannya. Demikian juga dengan saya dalam hal mendapatkan invitation letter. Bagi saya, lebih baik fokus menghubungi satu profesor daripada harus berbagi konsentrasi menghubungi beberapa profesor. Apalagi, saya juga harus fokus dengan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi karena saya adalah dosen aktif di Jurusan Teknik Mesin Universitas Riau. Tentu saja saya harus mengetahui terlebih dahulu tentang si profesor secara detail sebelum menghubunginya. “Ibarat membeli kucing dalam karung”, pepatah ini yang saya coba hindari. Makanya prof yang saya tuju harus benar-benar saya pahami terlebih dahulu. Pertimbangan utama saya adalah bahwa riset yang akan saya lakukan selama S3 harus sesuai dengan riset yang sedang atau akan dikembangkan oleh si profesor, hal ini dapat dilihat dari CV si profesor dan riset yang sedang dilakukan di institutnya. Selain itu, kelengkapan alat uji yang ada di institut juga menjadi pertimbangan saya karena hal ini tentu akan berpengaruh pada saat saya menjalankan riset nantinya. Setelah memastikan bahwa si profesor „pantas“ menjadi supervisor saya, kemudian saya menghubungi beliau melalui email. Di email pertama, sebagai cover letter, selain mengenalkan diri secara ringkas tentang saya sesuai dengan CV yang saya lampirkan dan riset master yang telah saya lakukan, saya juga nyatakan bahwa saya berminat dengan salah satu research project yang ada di institut beliau. Informasi tentang IME (Institute of Machine Elements and Machine Design) RWTH-Aachen dapat dilihat di www.ime.rwth-aachen.de. Setelah beberapa kali “PING” akhirnya saya dapat balasan email dari si profesor. Jawabannya sangat sederhana :

Jawaban yang ditunggu-tunggu dari si profesor
Jawaban yang ditunggu-tunggu dari si profesor

Yup, umpan pancingan saya telah dimakan si profesor. Selanjutnya sudah dapat ditebak endingnya, dengan sedikit rayuan dan penjelasan bahwa pemerintah Indonesia punya program beasiswa untuk dosen yang memenuhi beberapa persyaratan tertentu, akhirnya luluh juga hati si prof untuk mengirimkan Invitation Letter ke alamat rumah di Pekanbaru.

 invitation letter

Secara ringkas berikut tahapan-tahapan yang saya lakukan dalam mendapatkan LoA dari RWTH-Aachen University:

1 daftar nama prof

Pada daftar tersebut saya juga menuliskan dan mempelajari beberapa publikasi ilmiah (jurnal) si profesor. Tidak lupa detail tentang project yang sedang dikerjakan serta kelengkapan alat uji yang akan saya gunakan untuk penelitian S3 nantinya.

2 memilih profesor terbaik

Dari daftar yang saya buat, saya memutuskan untuk memilih profesor di Institut Machine Elements and Machine Design (IME), RWTH-Aachen University. Pertimbangan utama saya adalah saya membaca di websitenya bahwa profesor sedang menjalankan project yang berhubungan dengan master thesis saya dan di institut ini mempunyai salah satu alat uji yang memang saya butuhkan untuk kesempurnaan penelitian yang telah saya lakukan sebelumnya.

3

Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, dari awal saya sudah fokuskan hanya akan mengirim email ke satu profesor saja. Tujuan utamanya supaya bisa fokus „mengejar“ invitation letter dari si profesor dan tidak memberikan „harapan palsu“ kepada profesor-profesor yang lain. Jika kelak profesor tersebut menolak „pinangan“ saya, di saat itulah saya akan beralih ke profesor yang lain.

Pada saat menulis email ke profesor, saya memastikan apakah di cover lettertersebut saya telah “menjual diri” dengan menampilkan beberapa „keunggulan“ saya seperti:

  1. Riset yang telah saya kerjakan pada saat S2 akan jauh bermanfaat bagi dunia industri jika dilanjutkan dengan menambahkan beberapa parameter serta divalidasi dengan pengujian di mana alat ujinya tersedia di institut si prof.
  2. Beberapa publikasi ilmiah internasional yang saya hasilkan beserta link ke jurnal tersebut.

4

Beberapa hari setelah email pertama, saya mengirim ulang pesan tersebut ke profesor dengan tujuan beliau akan membalas email tadi. Selain itu, saya juga meneruskan pesan saya kepada sekretaris si profesor dan memintanya untuk menyampaikan email saya ke si profesor. Hal ini mungkin sedikit kurang sopan, tapi, namanya juga usaha, tidak ada masalah (menurut saya). Dan ini terbukti ampuh, dua hari setelah saya mengirim ulang pesan tersebut (saya mengirim ulang tanggal 3 Desember 2012), dan pada tanggal 5 Desember 2012 si profesor membalas email dengan pernyataan yang sedikit memberikan peluang bagi saya untuk mendapatkan Invitation Letter. Setelah beberapa kali berbalas email, akhirnya saya mendapatkan surat sakti dari profesor yang menyatakan beliau bersedia menjadi supervisor saya untuk mengarungi dunia perdoktoran di kampus RWTH-Aachen. Alhamdulillah.

5

Langkah selanjutnya adalah mendaftar secara online pada website kampus. Sebelumnya saya memastikan bahwa dokumen-dokumen yang dibutuhkan sudah dalam bentuk soft copy. Selesai pendaftaran secara online, pihak kampus juga meminta saya untuk mengirimkan berkas secara manual (via pos). Di sini saya bingung, mengingat waktu yang sempit plus biaya yang lumayan mahal (menurut saya), akhirnya saya menghubungi pihakInternational Office kampus dan menjelaskan bahwa saya belum bisa mengirimkan dokumen-dokumen tersebut dalam waktu dekat. Negosiasi yang sedikit alot menghasilkan kesimpulan, saya diizinkan untuk membawa langsung dokumen tersebut sesampainya saya di Aachen. Alhamdulillah, dan pihak kampus pun bersedia mengeluarkan Unconditional Letter of Acceptance (LoA) yang memang saya butuhkan untuk berburu beasiswa.

 

Unconditional Letter of Acceptance (LoA)
Unconditional Letter of Acceptance (LoA)

7 November 2013, jam 09.00 waktu Jerman, setelah melalui proses daftar ulang sebagai mahasiswa PhD di RWTH-Aachen, akhirnya saya resmi menjadiResearch Scientist di Institute of Machine Elements and Machine Design (IME). Profile saya bisa dilihat di sini.

Jika boleh memberikan sedikit saran untuk yang lagi memburu LoA:

1. Tidak ada salahnya mengirimkan email beberapa kali ke profesor yang sama untuk memastikan beliau telah membaca cover letter yang telah kita kirimkan.

2. Salah satu kendala profesor memilih kita sebagai mahasiswanya adalah beasiswa (financial support). Terus terang saja bahwa pemerintah kita punya banyak dana yang siap membiayai kuliah sampai selesai.

3. Menghubungi seorang profesor atau beberapa profesor dalam waktu yang bersamaan merupakan pilihan, silahkan memilih mana yang terbaik sesuai situasi dan kondisi kita saat ini.

4. Jangan lupa berdoa setelah semua usaha yang kita lakukan telah maksimal.

Semoga sukses buat kawan-kawan yang berburu LoA. Saya tunggu di RWTH-Aachen University.

Postingan yang asli ada di drcupu.wordpress.com ya..