Pagi ini saya berjalan-jalan sepanjang sungai kecil di daerah Kreuzberg Berlin, tepatnya di daerah Paul Lincke Ufer, bersama dua orang teman saya yang lahir dan tumbuh besar di Berlin. Kami duduk di pinggiran sungai sambil melihat bebek-bebek berenang di sungai. Kemudian saya bertanya,
“Kok kalian senang sekali sih lihat bebek, padahal ini kalau di Indonesia udah digoreng, trus dimakan pakai sambel di pinggir jalan.”
Walaupun lima menit kemudian saya harus menjawab pertanyaan tentang apa itu sambel, kenapa harus digoreng dan apa itu lalapan, kami kemudian ngobrol tentang Indonesia.
“Di negara kamu, pasti banyak sungai ya, banyak bebek dan ayam juga?“
“Iya dong, Indonesia sungai nya banyak sekali trus lebar-lebar, yang kaya gini mah ngga ada apa-apanya, sungai kita besar-besar sampai kalau mau nyebrang harus pakai kapal atau ada jembatan semacam highway”. Lalu saya menunjukkan foto Sungai Musi.
Lalu saya impulsif menunjukkan banyak foto Indonesia lain, tentu saya menyembunyikan foto-foto yang otomatis muncul di google seperti foto demo, foto banjir dan macet.
“Saya tahun lalu ke Indonesia selama sebulan, jalan-jalan dari Jawa ke Bali, bagus banget, tapi waktu mau menyebrang ke Bali saya naik kapal. Saya lihat semua sampah kapal dari penumpang dibuang ke sungai oleh petugas kebersihan, padahal saya dan teman-teman dari Eropa lainnya sibuk memungut sampah berserakan di kapal”
…“Haha, yah gitu deh“ kata saya.
“Terus saya waktu ke Bali pergi ke private island, tidak ada orang sih tapi penuh dengan sampah plastic.“
… “Haha“
“Terus saya makan di pinggir jalan, penjual makanannya langsung buang sampah dan bekas cuci piring ke sungai! Di depan semua orang! Dan tidak ada yang menegur, malah setiap saya ngapain aja diteriakin mister-mister, teman saya yang perempuan juga diteriakin mister-mister“
“Hehe“
“Terus saya pergi ke Borneo untuk lihat hutan Indonesia, nggak tahu bagaimana harus diceritakan, sedih sekali melihat hutannya sudah hampir habis“
“haha“ itu haha saya yang terahir sebelum saya mempromosikan bagaimana Indonesia begitu cantik dan tentang budaya Indonesia dan berusaha (lagi) untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak seterbelakang itu dan kami, anak-anak muda, tidak se-ignorant itu untuk mampu acuh terhadap apa yang terjadi dengan negara kami.
“Suatu saat pasti kalian bisa menyelamatkan bebek-bebek di Indonesia biar tidak kalah dari sampah di sungai“
„…dan menyelamatkan hewan-hewan lain di hutan agar mereka tetap punya rumah“
Saya hanya bisa diam dan tersenyum.
“Well, long way to go but we definiitely will reach that point”, kata saya sambil mengajak mereka untuk beranjak dari pinggiran sungai, makan waffle ditengah angin winter yang membuat semakin rindu bebek goreng di pinggir jalan.
Kontributor: Galuh A. LPDP PK38 (Master Student Urban Management at Technische Universität Berlin)
ipajaj
4u0vnl