Asuransi Kesehatan di Jerman

Oleh: Nur Abdat (Awardee LPDP-Jerman, S2 Göttingen University)

Kesehatan adalah salah satu hal yang berharga dan penting untuk dijaga setiap orang. Terlebih di saat menempuh pendidikan di luar negeri menjaga kesehatan sangatlah penting, sakit gigi pun dapat mengganggu konsentrasi belajar.

Asuransi kesehatan di Jerman sifatnya adalah wajib bagi semua orang yang memiliki visa Jerman dan warga negara Jerman. Artikel kali ini fokus membahas asuransi kesehatan untuk para pelajar Indonesia yang akan datang ke Jerman.

Asuransi kesehatan di Jerman secara umum dibagi menjadi dua yaitu asuransi milik pemerintah (Gesetzliche Krankenversicherung – GKV) dan asuransi swasta (Private Krankenversicherung -PKV).

Bagi Anda yang studi di Jerman dan berusia di bawah 30 tahun sangat disarankan menggunakan provider asuransi GKV seperti TK, AOK, DAK. Biasanya provider asuransi memiliki kantor di sekitar kampus. Pendaftarannya pun sangat mudah dan bebas biaya. Kelebihan dari asuransi milik pemerintah ini adalah sifatnya preventif dan jika anda tidak memiliki klaim dalam waktu setahun, anda bisa mendapatkan dividen perusahaan dalam bentuk cek yang dikirimkan ke alamat rumah dan bisa dicairkan di bank.

Untuk yang membawa keluarga dan memiliki asuransi GKV, anggota keluarga dapat dimasukan dalam asuransi yang sama dalam skema ‘Familienversicherung’ dan jumlah abonemen yang dibayar perbulan tetap sama, alias anggota keluarga memiliki asuransi secara gratis.mba nura

Sumber gambar: http://iss.ku.edu/ku-health-insurance

Untuk tipe asuransi GKV, tagihan dokter maupun rumah sakit tidak dikirim ke alamat rumah namun langsung ke provider asuransi. Untuk penebusan resep di apotik hanya membayar 5 Euro atau 10 Euro, tergantung besarnya harga obat yang ditebus.

Pilhan asuransi yang lain untuk mahasiswa adalah asuransi privat atau swasta, seperti Mawista, Continental, Union, dan banyak lagi lainnya. Pendaftaran pun relatif mudah, hanya dengan mengirimkan email atau mengisi form online di website perusahaan asuransi tersebut. Kelebihan asuransi privat adalah biaya bulanan yang relatif lebih murah untuk pelajar pada tahun pertama, namun di tahun kedua biayanya hampir sama dengan asuransi GKV. Berdasarkan pengalaman, asuransi privat bersifat kuratif bukan preventif.

Untuk asuransi privat, tagihan dari dokter ataupun rumah sakit akan dikirim langsung ke rumah dan kurang lebih diberi waktu satu bulan untuk membayar tagihan. Anda dapat membayar tagihan langsung ke rekening tujuan dan nanti mengirim bukti pembayaran anda serta tagihan ke provider asuransi untuk reimburse tagihan. Opsi lain, anda dapat langsung memforward tagihan dari dokter atau rumah sakit ke provider asuransi dan mereka akan membayar langsung ke dookter atau rumah sakit.

Perlu diingat beberapa Bundesland di Jerman memiliki ketentuan yang berbeda mengenai persyaratan asuransi. Di Niedersachsen bagi mahasiswa yang berusia di atas 30 tahun tidak bisa memilih asuransi GKV, namun penulis pernah mendengar ada teman di Bundesland lain yang berusia di atas 30 tahun namun masih bisa mendaftar GKV. Jadi tidak ada salahnya untuk bertanya dan berdiskusi dengan mahasiswa lain yang sudah tinggal di tempat tujuan anda mengenai pilihan asuransi dan pengalaman mereka.

Informasi lebih lengkap bisa dilihat website provider asuransi, sebagian besar sudah memiliki halaman dalam bahasa Inggris. Jika tidak ada, anda bisa langsung mengirim email ke costumer service dalam bahasa Inggris atau menggunakan opsi translasi bahasa di browser anda.

Berikut beberapa website yang bisa anda lihat:

http://www.mawista.com/en/

http://www.tk.de/tk/english/610312

http://www.aok-bv.de/aok/english/

Konversi Nilai, IPK, dari Sistem Indonesia ke Jerman dan Sebaliknya

Oleh: Leo Yulyardi

Sistem penilain di Jerman menggunakan 5 angka (ada beberapa yang 6) dimana nilai paling bagus adalah 1 dan nilai yang paling jelek adalah 5, untuk mengevaluasi performa pelajarnya:

  • 1 yang artinya sehr gut atau sangat baik, adalah nilai tertinggi yang bisa diraih dan dikategorikan sebagai ruarrrr biasa
  • 2 yang artinya gut atau baik adalah yang tertinggi kedua yang diatas rata-rata dan juga memenuhi standar minimum
  • 3 yang artinya befriedigend atau peforma rata-rata atau standar aja
  • 4 yang artinya ausreichend atau cukup adalah nilai paling jelek yang bisa didapat tapi tetap lulus subject tersebut
  • 5 yang artinya mangelhaft yang jelas artinya setelah nomor 4, gagal atau wajib ngulang

Terkadang yang banyak orang bingung adalah bagaimana konversi nilai ijazah kita kalo kita mau S2 di Jerman tapi S1 nya dari Indonesia negara lain yang mempunyai sistem penilaian skala 4 dimana 1 adalah terburuk dan 4 adalah terbaik yang bisa didapat? Ada berbagai macam metoda konversi menurut berbagai macam sumber yang mulai dari sangat mengeneralisir sampai dengan yang spesifik berlaku di universitas.

Berikut ini adalah salah satu sistem konversi nilai menurut www.wes.org,

Kalo kita liat sistem penilaian diatas, kita bisa dengan mudah nebak bahwa IPK 3 sistem di Indonesia ataupun negara lain yang make sistem dengan skala 4, itu sama dengan 2.5. Tapi sistem konversi penilaian ini sangat mengeneralisir dan gak ngasih gambaran yang lebih exact kalau ada nilai didalam rentang tersebut.

Universitas di Indonesia, yang saya tau UGM memberikan equivalensi nilai seperti dibawah ini:

No

Nilai MM UGM

1

1,0 s/d 1,5

A

2

1,6 s/d 2,3

A-

3

2,4 s/d 2,9

B+

4

3,0 s/d 3,5

B

5 3,6 s/d 4,0

C

6 4,1 s/d 5,0

gagal

Sumber : www.mmugm.ac.id

Equivalensi nilai tersebut adalah konversi nilai dari Universitas di Indonesia. Jadi kita bisa sedikitnya yakin, kalo nilai kita di Jerman itu setara atau ‘dihargai’ berapa oleh univ di Indonesia. Cukup baik konversinya, malah kebaikan..hehe..

Sebagai penerima beasiswa LPDP, pada akhir studi kita harus memberikan transcriipt kita dengan nilai yang penyetaraanya dilakukan oleh http://www.foreigncredits.com/Resources/Grade-Conversion/ . Teman saya yang udah lulus diminta penyetaraan nilainya oleh LPDP dengan website ini. Berikut tampilan hasil penyetaraandengan sistem pada website tersebut:

Untuk sistem konversi nilai dari Indonesia untuk diakui ke sistem Jerman, kalo di univ tempat saya belajar, RWTH Aachen, saya taunya mereka pakai konversi dengan rumus bavaria. Kabarnya hampir semua univ di negara bagian NRW dan Bavaria memakai sistem ini, dan juga banyak digunakan di negara bagian lain di Jerman.

Rumusnya adalah:

Dimana Nmax adalah nilai maximum yang kita bisa raih di sistem kita, Nd adalah nilai rata-rata kita yang mau dikonversi, Nmin adalah nilai minimum yang masih lulus dalam sistem nilai kita. Untuk sistem di Indonesia, Nmax itu sama dengan 4 dan Nmin adalah 2. Jadi kalo kita mau IPK kita yang contohnya nilainya 3, maka dalam sistem Jerman nilai itu adalah 2.5. Untuk lanjut S2 di Jerman biasanya mereka minta standar minimalnya adalah 2.5. Banyak beasiswa yang menyaratkan agar kita mempunyai IPK minimal 3 untuk lanjut S2 dan IPK minimal 3.25 untuk lanjut S3. Nah kalo lembaga beasiswanya itu dari Indonesia dan nilai S1 atau S2 kita dari Jerman biasanya mereka akan mengacu ke sistem konversi yang lazim dipake di Indonesia seperti 3 sistem konversi yang sebelumnya. Tapi kalo kita mau lanjut ke jerman dan nilai kita dalam sistem skala 4 seperti di Indonesia, Univ di Jerman biasanya akan make rumus Bavaria ini untuk mengkonversinya.

Kesimpulannya, kalo mau apply ke Univ di Jerman dengan nilai dari Univ di Indonesia dan ingin tau equivalensi nilai, rumus Bavaria saya rasa jauh lebih realistis. Tapi kalo mau menyetarakan nilai dari Univ di Jerman ke sistem nilai di Indonesia, tiga sistem konversi di awal tadi lebih lazim dipakai dan tentunya lebih ‘menguntungkan’ si pemegang nilai dari Jerman.

Nah sekedar perbandingan nilai di Jerman dengan negara lain, ada juga yang menyarankan menggunakan sistem konversi seperti dibawah ini:

 

Pelajar Indonesia Perkenalkan Tempe Mendoan di Culinaria Festo, Jerman !!

Oleh: Risma Rizkia Nurdianti

Apa itu Culinaria Festo? Culinaria Festo adalah salah satu acara Internasional yang diadakan oleh Departemen Internasional Universitas Bonn (Jerman), yang dilaksanakan pada tahun lalu, tepatnya tanggal 15 Mei 2014 pukul 15.30 CET di Mensa Nassestrasse. Acara ini dimanfaatkan untuk memperkenalkan kuliner khas dari berbagai negara. Akan tetapi, untuk mengikuti kegiatan ini tidaklah mudah, karena para peserta harus mengikuti proses seleksi. Para peserta terlebih dahulu harus mengajukan beberapa menu sejak tanggal 28 Maret 2014, kemudian Chef akan menyeleksi seluruh menu. Pertimbangan pemilihan menu tidak hanya didasarkan pada ketersediaan bahan di Jerman dan juga kandungan nutrisinya, akan tetapi menu tersebut harus sesuai dengan lidah para pengunjung Internasional yang didominasi oleh orang-orang Eropa. Contohnya, menu makanan yang disajikan tidak boleh pedas. Selanjutnya apabila terseleksi, maka peserta akan dihubungi oleh pihak panitia yang kemudian harus mengikuti beberapa kali pertemuan untuk mendapatkan keterangan mengenai prosedur yang akan dilaksakan pada saat kegiatan. Pada tanggal 15 Mei 2014, peserta diminta datang pukul 13.00 CET untuk coaching penggunaan dapur di Mensa Nassestrasse. Para peserta wajib menaati segala protokol yang diterapkan di dapur tersebut, misalnya menggunakan apron, penutup kepala, mencuci tangan hingga bersih, hingga yang paling penting adalah peserta harus dalam keadaan sehat. Adapun peserta yang lolos seleksi adalah dari Ghana, Yunani, Honduras, Indonesia, Iran, Pakistan, Polandia, Vietnam dan Turki.

Pada acara Internasional tersebut, 3 pelajar Indonesia berhasil membawakan salah satu menu andalan yakni Tempe Mendoan. 3 pelajar Indonesia tersebut adalah Risma Rizkia Nurdianti, Mira Maisura dan Monica Santosa. Risma Rizkia Nurdianti adalah mahasiswi penerima Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan) tahun 2013 program ARTS (Agricultural Sciences and Resources Management in the Tropics and Subtropics) Universitas Bonn, yang juga pernah menerima Beasiswa Unggulan tahun 2011 dan Beasiswa PPA tahun 2007 (Prestasi Peningkatan Akademik). Mira Maisura adalah mahasiswi penerima Aceh Scholarship for Excellent tahun 2011 yang disalurkan oleh DAAD (Deutscher Akademischer Austausch Dienst / German Academic Exchange Service) Jerman pada program Universitas Bonn, sedangkan Monica Santosa adalah mahasiswi penerima Beasiswa DAAD Development-Related Postgraduate Courses tahun 2012 program ARTS Universitas Bonn. Meskipun disibukkan dengan kegiatan rutin akademik dan aktivitas organisasi Internasional lainnya, memasak merupakan hobi yang digemari 3 pelajar Indonesia tersebut.

(Foto bersama peserta lain (dari kiri) peserta dari Iran, peserta dari Polandia, Risma, Mira, dan Monica)
(Foto bersama peserta lain (dari kiri) peserta dari Iran, peserta dari Polandia, Risma, Mira, dan Monica)

Berawal dari hobi memasak hingga bisa menyajikan menu Tempe Mendoan di ajang Internasional, yang juga diliput media cetak dan elektronik setempat, merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi 3 pelajar Indonesia tersebut. Di Indonesia, Tempe Mendoan adalah cemilan biasa, namun dalam acara tersebut Tempe Mendoan menjadi primadona. Tempe Mendoan yang disajikan sangat diapresiasi para pengunjung yang datang, terbukti dengan ludesnya 1.300 keping Tempe Mendoan hanya dalam waktu 15 menit. Menu ini menjadi favorit, karena sangat digemari para Vegan (orang-orang yang mengikuti pola hidup sehat tanpa memakan produk ternak sama sekali). Akan tetapi, pujian tidak hanya datang dari para pengunjung, juga dari para Chef yang bertugas saat itu dan seluruh awak media yang meliput acara Culinaria Festo.

(Salah satu berita yang dimuat di koran setempat)
(Salah satu berita yang dimuat di koran setempat)

Semoga tidak hanya Rendang, Sate, Mie Goreng, Nasi Goreng atau Tempe Mendoan saja yang dikenal dunia, akan tetapi segala hal yang berkaitan dengan budaya Indonesia lainnya. Satu hal yang juga tidak kalah penting, bahwa pelajar Indonesia yang tersebar di seluruh dunia bukan hanya pelajar yang hanya menuntut ilmu dan mengejar mimpinya semata, tetapi di pundaknya pula nama Indonesia dijunjung dan dibanggakan keberadaannya. Meski kini kami tidak di Indonesia, tapi Indonesia sedetikpun tak akan pernah terlupa! MERDEKA!!

(Foto bersama seluruh peserta dan Chef)
(Foto bersama seluruh peserta dan Chef)

*photo credit: Risma Rizkia Nurdianti

Ini Biaya Hidup Bulanan Keluarga Mahasiswa di Jerman

Oleh: M. Yusuf Awaluddin

 

Beberapa hari yang lalu, seorang kawan yang juga mahasiswa dari Australia mengontak saya dan mengajak berdiskusi mengenai biaya hidup di Jerman. Konon dia tertarik untuk membandingkan tingkat pengeluaran seorang mahasiswa di Australia dan di Jerman. Entahlah…kalau saya lihat sekilas dan dengan apa yang saya alami, biaya hidup di Jerman lebih murah dibandingkan dengan di Australia secara umum, namun kalau bicara gaji, maka Australia relatif lebih tinggi. Coba saja bandingkan dengan menggunakan link http://www.numbeo.com/cost-of-living/.

Saya pun tertarik untuk membedah berapakah biaya yang harus saya keluarkan selama sebulan untuk sebuah keluarga dengan 2 orang anak di kota Bremen, Jerman. Berikut rinciannya :

  1. Biaya sewa apartemen dengan luas 70 m2 = 572 EUR
  2. Biaya listrik dan air = 75 EUR
  3. Biaya asuransi 3 orang (1 istri 2 anak), asuransi saya dibayarin = 180 EUR
  4. Internet (tahun lalu cuma 19 EUR, tahun ke-2 kontrak naik) = 25 EUR
  5. Iuran ARD, semacam iuran TVRI jaman dulu di Indonesia = 18 EUR
  6. Biaya administrasi bank (ini utk usia >30 thn tidak gratis) = 5 EUR
  7. Biaya kas Kindergarten anak = 5 EUR
  8. Biaya kegiatan ekstrakurikuler sore hari utk 2 anak = 25 EUR
  9. Biaya kas saya di komunitas = 20 EUR

Sehingga kalau di total jenderal berjumlah 925 EUR tiap bulan sebagai pengeluaran rutin yang tidak bisa diutak-atik. Biaya tersebut BELUM termasuk biaya MAKAN, transport, jajan dan jalan-jalan. Biaya-biaya terakhir ini sangat tergantung kepada gaya hidup masing-masing orang. Besarkah biaya hidup keseluruhannya? mahalkah biaya hidup di Bremen, Jerman ini? tergantung juga sih seberapa besar gaji yang kita terima 😀

*Tulisan asli dapat diakses di http://blogs.unpad.ac.id/myawaludin/2015/03/23/ini-biaya-hidup-bulanan-keluarga-di-jerman/