5 Hal yang Perlu Kamu Tahu tentang LDR Jerman-Indonesia

 

Buat kamu yang akan melanjutkan studi di Jerman dan punya pacar di Indonesia dan harus berpisah sementara waktu studi, rasa galaunya itu bagaikan galau ngga bakal ketemu pacar selamaaaaa banget alias relationsick. Biasanya, kemana-mana bareng, tiap hari ketemu, dan kangen tinggal datang ke rumahnya. Namun apalah daya, jarak dan waktu akan memisahkan hubungan ini untuk sementara.

 

Artikel ini akan membahas mengenai 5 common knowledge yang biasanya terjadi antara pasangan Long Distance Relationship (LDR) a.k.a. pacaran jarak jauh Jerman-Indonesia. LDR disini dalam konteks umum ya.. bisa sama keluarga, bisa sama pacar, bisa sama gebetan, asalkan jangan sama istri atau suami orang #okesip.

 

  1. Waktu Indonesia lebih cepat 5 jam dibanding Jerman

Time(source: https://theintentionalexpat.files.wordpress.com/2014/09

/jetlagapps_com_timezone_clocks_shutterstock_24754498_72dpi_komprimiert.jpg)

 

Lima jam meeeennnn selisihnya… “you say good morning when it’s midnight..” #backsound lagu Simple Plan-Jetlag. Kalau winter, selisihnya jadi 6 jam. Yak, hari pertama saat resmi masuk winter, pemerintah Jerman akan memundurkan jam dari jam 1 dini hari ke jam 00.00 dan terciptalah beda waktu 6 jam antara Jerman-Indonesia. Aplikasi world clock di android sangat membantu untuk kita bisa tahu the exact time across the countries. Dan harap maklum kalau pasangan kamu yang di Jerman baru bales ucapan “selamat pagi” kamu sekitar jam 10 pagi waktu Indonesia. Bukannya “Basik! Madingnya udah terbit!” tapi memang matahari baru terbit jam segitu (berarti kan jam 5 pagi waktu Jerman). Saat winter, bahkan, jam 8 pagi waktu Jerman masih bisa sholat subuh. Ohiya, komunikasi sama pasangan di awal-awal masa settle di Jerman juga akan sedikit terkendala soalnya kami akan ribet dengan urusan ini itu yang rempongnya ngelebihin persiapan kelahiran bayi tetangga.

 

Begini gambaran settle di Jerman: http://lpdp-jerman.org/tinggal-di-jerman-awalilah-dengan-burgeramt-langkah-awal-kedatangan-di-kota-tujuan/

 

  1. Waktu efektif kerja di Jerman adalah dari jam 10-17 (waktu Jerman)

Work(source: http://realita.co/photos/bigs/20151127082748Ilustrasibekerja.jpg)

Orang-orang di Jerman sangattt produktif. Saat kerja, mereka ngga pegang HP sama sekali. Mental efektifitasnya tinggi banget nget nget. Saat jam kerja mereka kerja, saat lunch mereka lunch sambil ngobrol, trus balik kerja lagi, dan saat kerja mereka ngga akan ngobrol apalagi ngorok. Lepas jam kerja, mereka ngga akan mau sentuh kerjaan. Nah, kadang kami ikut terbawa ritme kerja mereka. Jadi selama kerja, kami jarang pegang dan cek HP. Bisa cek HP ya saat jam makan siang atau selesai kerja, which is jam 13 dan 17 waktu Jerman, atau jam 18 dan 22 waktu Indonesia.

 

  1. Kangen masakan Indonesia

Food(source: https://www.pegipegi.com/travel/wp-content/uploads/2015/12/543defb8b5718.jpg)

Benar kata orang bahwa ketika kami jauh dari Indonesia, kami akan secara kondisi dipaksa untuk bisa memasak. Kami punya lidah Asia yang sukanya sama makanan yang banyak bumbu sedangkan disini makanan cuma ada daging, keju, sereal, pasta, pizza, yoghurt, salad, buah, dan makanan-makanan simple lainnya. Pilihannya kalo kangen masakan Indonesia yaaa harus bisa masak atau beli di rumah makan. Uwuwuwwuwuwuw syedih yah. Rumah makan Indonesia yang ada di Jerman ngga tersebar di semua kota; misalnya di Tuebingen engga ada rumah makan Indonesia.

 

Ini salah satu info kuliner Indonesia di Jerman: http://lpdp-jerman.org/pelajar-indonesia-perkenalkan-tempe-mendoan-di-culinaria-festo-jerman/

 

Jadi buat kamu yang pacarnya baru study di Jerman, ketika posting makanan-makanan Indonesia ke pacar kamu itu pilihannya ada 2: either pacar kamu akan seneng karna kamu udah makan dan ngga perlu tanya “udah makan apa belum” atau pacar kamu akan galau dan bilang “deportasi aja akuh, pehlisssss”…

 

  1. Jerman is not a colokan-friendly-country

plugs(source: http://www.pubinfo.id/foto_beritaumum/49charge_HP.jpg)

Di Indonesia, aku tidak pernah punya power bank -punyanya cuma power point­ plus dulu suka nonton power rangers- dan tidak pernah khawatir hapeku akan habis batere kala beraktifitas sehari-hari karena colokan di Indonesia itu bertebaran dimana-mana kaya oksigen. Bahkan di stasiun atau bandara aja ada free charging area. Di Jerman, kalau batre hp habis, wah, lillahitaala wassalam ngga bakalan bisa dikontak for the rest of the day kecuali kami nemu colokan di restoran atau ada orang baik ngasih hape baru ke kami secara gratis. Jadi, ada baiknya ngabarin keluarga atau pasangan ketika batre udah kritis dan kasih estimasi waktu kapan bisa dikontak.

 

  1. WIFI gratis is so wow difficult to find

Coffee(sumber: http://i01.i.aliimg.com/img/pb/333/339/664/664339333_685.jpg)

Selain colokan dan pokemon yang level cp nya di atas 1300, ternyata wifi gratisan juga susah banget nemunya di Jerman ini. Selama aku berada di Jerman, free wifi yang bisa aku dapet cuma ada 4 tempat: kampus, rumah, kampus temen, sama rumah temen. Ohiya, parahnya lagi, entah kenapa kalau kami baru ada di dalem toko maka otomatis kekuatan sinyal berkurang drastis. Entah guna-guna apa yang dipasang oleh pemilik toko di Jerman ini, but that case mostly happens. How to deal with that adalah bahwa ketika kami masuk ke pertokoan, again, kami akan ngabarin bahwa susah sinyal dan minim akses wifi. Terlebih lagi buat yang kangennya butuh tatap muka, kalau mau skype atau FaceTime kudu di rumah atau dorm karena kalau di kampus atau kantor buat pacaran… malu sama teman kantor euy…

 

Jadi begitulah kira-kira hal-hal yang perlu kamu tahu tentang LDR Jerman-Indonesia. Tulisan ini aku buat untuk menjadi obat kuat bagi para pejuang LDR lintas negara dan lintas zona waktu. Tujuan utamanya adalah untuk mengatakan bahwa komunikasi Jerman-Indonesia tidak akan selancar kala belum LDR. Dan, LDR berarti Lekat Dengan Rindu. Maksudnya… rindu siap melanda kapan aja di mana aja tanpa kenal situasi dan kondisi. Karena dia melekat, nikmati aja keberadaanya. Ibarat tahi lalat, emang adanya disitu ya diterima aja.  Salam pejuang LDR! 😀

 

Penulis:

Karlina Denistia

Ph.D. candidate in Quantitative Linguistics Department,

Eberhard Karls Universitaet Tuebingen.

Email: karlinalovesyellow@yahoo.com