Silaturrahim dan Muktamar Kedua FORMAL-Jerman di Aachen

Alhamdulillah, di sela-sela kesibukan anggota FORMAL-Jerman masih bisa menyempatkan diri untuk hadir pada kegiatan Silaturrahim dan Muktamar kedua FORMAL-Jerman yang diselenggarakan di Aachen pada tanggal 29 – 30 Agustus 2015. Selamat kepada Fauzan Saputra (PK-9, Master di RWTH-Aachen) sebagai Koordinator FORMAL-Jerman yang baru, semoga bisa amanah dan terima kasih kepada Leo Yulyardi (PK-2, Master di RWTH-Aachen) sebagai Koordinator FORMAL Periode 2014-2015 beserta pengurus atas pengabdiannya selama satu tahun sebelumnya. Dan juga terima kasih kepada seluruh warga FORMAL yang telah hadir dan yang tidak bisa hadir, terima kasih atas doanya. Ditunggu pada acara silaturrahim selanjutnya di kota lain.

Berikut foto-foto kegiatan selama 2 hari tersebut. Selamat menikmati.

 

Akhir kata, kami panitia Muktamar II mohon maaf kalau ada salah kata dan kekurangan dalam segala hal.

Mewakili panitia Muktamar II dan tuan rumah,

Dedi Rosa Putra Cupu

Memperoleh Biaya Sekolah Anak Usia Dini di Jerman

Penulis : M. Yusuf Awaluddin (Mahasiswa S3, University of Bremen)


Saat mempunyai anak usia dini 0-3 tahun atau 4-6 tahun adalah tidak wajib bagi mereka untuk masuk ke sekolah taman kanak-kanak (KiTA) untuk usia 4-6 tahun atau kelompok Krippe 0-3 tahun. Namun tentunya akan menjadi kelebihan tersendiri kalau anak-anak kita bisa ikut bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. Ada tiga tipe sekolah anak usia dini yang beroperasi di Jerman:

  1. dioperasikan langsung oleh pemerintah setempat dan dikenal dengan nama KiTA
  2. dioperasikan oleh rumah ibadah seperti gereja, dan yang terakhir
  3. dioperasikan oleh yayasan/klub masyarakat.

Yang membedakan utamanya adalah masalah pengelolaan dana subsidi yang diterima oleh masing-masing tipe tersebut. Kalau  masalah kurikulumnya sih sama saja.

Anak-anak saya kebetulan mendapatkan sekolah di tipe yang ke-3, yaitu sekolah yang dioperasikan oleh yayasan/klub. Dan ternyata bayaran yang harus dikeluarkan oleh saya waktu itu adalah sebesar 300 EURO per bulan untuk satu anak. WOW! Sangat mahal untuk ukuran mahasiswa doktoral di Jerman. Akan berbeda ceritanya kalau masuk di sekolah tipe 1 dan 2, beberapa teman mahasiswa hanya dikenai biaya bulanan 10 – 30 EURO saja per bulannya.

Tapi ternyata sekolah tipe 3 pun mendapatkan subsidi yang sama dari pemerintah setempat, namun yang membedakan adalah cara subsidinya. Sekolah tipe 3 ini mengenal sistem reimburse, beda dengan 2 tipe lainnya yang disubsidi langsung ke sekolah masing-masing.  Orang tua yang anaknya  sekolah di tipe 3 harus membayar dulu ke sekolah tersebut untuk kemudian minta reimburse ke pemerintah setempat, begitu aturan mainnya. Lega…. itulah kata pertama yang terucap melihat masih ada peluang pendanaan untuk sekolah anak-anak ini. Pihak sekolah pun menyediakan dokumen kontrak yang dibutuhkan untuk pengajuan reimburse ini.

KiTA Bremen
website www.kita.bremen.de

Saya pun dirujuk ke kantor Amt Fur Soziale Dienste di Bremen, semacam dinas sosial untuk bantuan biaya anak sekolah tipe 3 di atas tadi. Setelah membuat janji untuk datang ke kantor tersebut, saya pun diharuskan membawa beberapa dokumen pendukung. Beberapa dokumen yang harus dibawa saat mengunjungi dinas sosial itu antara lain:

  1. Passport atau ID anak dan orang tua.
  2. Akte lahir anak
  3. Dokumen registrasi (Meldebescheinigung)
  4. Surat kontrak dari sekolah TK/KiTA
  5. Informasi pendapatan atau beasiswa
  6. Surat Kontrak dengan institut sebagai “guest contract”
  7. Informasi kalau pernah mendapatkan Kindergeld (kalau ada)
website www.amtfuersozialdienste.bremen.de
website www.amtfuersozialdienste.bremen.de

Karena saya sudah membuat janji dengan petugas dinas tersebut, saya pun langsung menemuinya dan mengisi formulir yang disediakan oleh petugas tersebut sambil menyerahkan dokumen-dokumen yang saya bawa. Termasuk informasi nomor rekening saya diminta dalam formulir tersebut. Semuanya berjalan baik-naik saja dan petugasnya memberi tahu akan segera di proses dan harap menunggu saja. Tak perlu lama berharap, di akhir bulan transferan dari dinas tersebut sudah saya terima dengan baik dan tidak perlu mengajukan tiap bulan, cukup sekali saja dan mereka akan mentrasfer ke rekening saya setiap akhir bulan sampai kontrak anak saya di sekolah tersebut berakhir. Jumlah reimburse-nya memang tidak sampai 100% seperti biaya yang ditagihkan oleh sekolah. Jumlah yang saya keluarkan pada akhirnya hanya 10 EURO  per bulannya untuk satu anak. Tidak terlalu sulit bukan?

Selamat mencoba.

Daftar sekolah penerima kartu pos #nasipadang periode April 2015

Hallo sahabat #nasipadang,

Berikut daftar sekolah penerima kartu pos #nasipadang untuk periode April 2015.

alamat sekolah penerima kartu pos #nasipadang periode April 2015

Bagi sahabat #nasipadang yang ingin menerima kartu pos untuk periode selanjutnya silahkan mengisi formulir pada postingan berikut:

http://lpdp-jerman.org/pendaftaran-penerima-kartu-pos-nasipadang-menanam-inspirasi-pada-generasi-mendatang/

 Terima kasih.

Mari berbagi INSPIRASI bagi anak negeri !

Penulis : Admin #nasipadang

“The Power of Postcard”, Teaser Campaign kedua program #nasipadang

 

Ternyata tidak harus menjadi seorang Mario Teguh untuk memberikan motivasi kepada anak-anak sekolah. Dan tidak butuh ratusan halaman dalam sebuah novel seperti halnya novel Laskar Pelangi ataupun Negeri 5 Menara untuk memberikan inspirasi bagi anak negeri melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Cukup satu lembar kartu pos. Yup, hanya dengan satu lembar kartu pos, kita bisa berbagi motivasi dan inspirasi bagi anak-anak sekolah di pelosok negeri.

— Dedi Rosa Putra Cupu —


Sukses dengan kampanye #nasipadang melalui video teaser campaign 1, salah satu awardee LPDP-Jerman yaitu pak M. Yusuf Awaluddin (S3, University of Bremen) release video teaser campaign kedua dengan judul The Power of Postcard. Jika pada video pertama menjelaskan apa itu program #nasipadang disertai dengan beberapa video tentang informasi bagi para calon pengirim kartu pos dan penerima kartu pos#nasipadang, maka pada video kedua ini lebih menekankan pada arti pentingnya semangat bagi anak-anak Indonesia untuk tetap belajar dan meraih mimpinya. Dan hanya dengan selembar kartu pos, mahasiswa/i Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Luar Negeri bisa memberikan semangat yang dibutuhkan oleh anak-anak Indonesia.

Diawali dengan sebuah pesan arti pentingnya pendidikan bagi anak-anak Indonesia dan juga betapa pentingnya semangat bagi mereka untuk terus belajar. Hadir sebuah pertanyaan, apa jadinya jika mereka tidak punya semangat tersebut? Dan tidak ada yang memberikan semangat bagi mereka? Nah, di video kali ini pak Yusuf mencoba menggambarkan arti sebuah kartu pos dalam memberikan semangat kepada anak-anak sekolah di Indonesia. Kartu pos yang telah ditulis dengan kalimat sederhana berisi semangat, motivasi dan inspirasi  bagi anak-anak Indonesia dan dibacakan oleh Guru di depan kelas. Kartu pos tersebut dikirimkan dari belahan dunia, seperti Bremen, Bonn, Weimar, Göttingen (Jerman), Glasgow, Oxford (UK), Nagoya (Jepang), Rotterdam (Belanda) dan telah sampai ke sekolah-sekolah di Indonesia seperti di Ciliwung, Cianjur Selatan, Sukabumi, Kabupaten Bandung, dan lain-lain. Penasaran? Silahkan nonton videonya di sini..

[youtube id=”FWk_E1VDk9c” align=”center” mode=”normal”]

Tidak lupa ucapan terima kasih kepada seluruh Awardee LPDP dan sahabat #nasipadang di seluruh belahan Dunia yang telah berbagi motivasi dan inspirasi bagi anak negeri bersama #nasipadang. Terima kasih juga kepada pak Yusuf atas video teaser campaign #nasipadang-nya.

– Jangan lelah untuk terus berbagi inspirasi –

MENGEJAR JERMAN!! #PART2 (AWARDEE LPDP PROGRAM DOKTOR LUAR NEGERI)

Lanjutan kisah pertama : MENGEJAR JERMAN!! #PART1 (GAGAL DAPAT BEASISWA IGSP)

Penulis : Arif Luqman (LPDP-Jerman Awardee)


Rasa galau, bingung, penat, dan down masih menyelimuti hati (ceilee..) beberapa hari setelah melihat pengumuman tertulis penerima beasiswa IGSP dan nama saya gak tercantum di daftar tsb. Sementara itu, sang Profesor dari negeri seberang menanyakan kapan kepastian berangkat. Pfft…

Beberapa minggu kemudian, di Gedung Pasca Sarjana ITS diadakan sosialisasi beasiswa LPDP. Saya memutuskan untuk hadir walaupun sudah tau beberapa hal dan mekanisme dalam beasiswa LPDP karena pada saat mengerjakan tesis, saya pernah mendaftar untuk program beasiswa tesis dan hanya sampai ke tahap wawancara. Hasil dari menghadiri sosialisasi tersebut adalah saya jadi tahu bahwa LPDP membuka pendaftaran sepanjang tahun dan melakukan proses wawancara 4 kali dalam setahun. Ternyata sosialisasi tersebut dilakukan untuk menginformasikan pada civitas akademik ITS bahwa dalam waktu dekat pendaftaran LPDP ditutup sementara dan dilakukan proses seleksi administrasi dan wawancara.

Saya langsung melengkapi persyaratan dan mengupload persyaratan tersebut via internet karena seleksi administrasi beasiswa LPDP ini dilaksanakan secara online. Persyaratan yg dibutuhkan juga gak berbeda jauh dari persyaratan beasiswa IGSP, jadi saya tinggal scan dokumen dan upload serta membuat 2 essay yang menjadi persyaratan wajib. Selain itu, saya juga mengusahakan untuk mendapatkan LoA dari pihak fakultas dari Universitas di Jerman yg saya lamar.

Pihak fakultas meminta syarat2 standar seperti fotokopi legalisir transkrip dan ijazah dalam bahasa inggris, ijazah sma dalam bahasa inggris, dan surat keterangan 30% lulusan terbaik (ini yang ngurusnya ribet banget) dan dikirim via pos!! Ya via pos alias regular mail!! Helllooo jaman gini ngirim dokumen persyaratan masih viaregular mail?? Saya keberatan bukan karena alasan metode pengiriman dokumen yang ketinggalan jaman sih, tapi lebih ke BIAYA!! Ya , biaya kirim dokumen sekuprit aja ke Jerman habis Rp 300.000… Beuh!! Yah apa boleh buat, demi…..!!!

2 minggu setelah pendaftaran online LPDP ditutup, diumumkan peserta yang lolos administrasi dan akan menerima undangan untuk wawancara, alhamdulillah saya lolos (perasaan udah biasa aja, karena udah sering lolos administrasi.. hehe). 1 minggu kemudian undangan wawancara di Gedung Pasca Sarjana ITS Surabaya. Tahap wawancara inilah salah satu tahap yang paling menentukan pada waktu itu, karena belum ada mekanisme tambahan berupa LDG (Leaderless Discussion Group). Wawancara yg diselenggarakan di ITS ini menguntungkan saya secara mental (karena sudah hapal medan) dan terutama secara finansial (karena gak perlu “capek” bayar transport ke kota lain.. hehe).

Hari H tahap wawancara saya datang ke lokasi wawancara (sengaja) tidak terlalu awal.. hehehe (jangan ditiru kecuali sudah tau medan). Tiba di lokasi, udah banyak peserta wawancara yg pada ngumpul. 10 menit sebelum dimulai nomor antrian wawancara ditempel dan saya dapat giliran pertama!! Ada yg beberapa peserta kebingungan karena ada persayaratan yg lupa belum diprint, akhirnya beliau meminta tolong saya mengantarkan untuk ke tempat print terdekat. Saya juga bingung, karena waktu mepet dan saya juga giliran wawancara pertama. Akhirnya saya memetuskan untuk mengantar ke perpustakaan lantai 3, lift mati dan terpaksa harus naik tangga. Apesnya sambungan listrik di lantai 3 mati, petugas lantai 3 menyarankan kami untuk naik ke lantai 5. Kami pun naik dengan tangga (lagi) ke lantai 5. Petugas lantai 5 mengatakan kalau di lantai 5 juga tidak bisa print dokumen. Pfft… kami pun berjalan keluar perpustakaan dan berjalan ke jurusan terdekat, teknik perkapalan. Setelah tanya kanan kiri mahasiswa di sana, katanya tidak bisa ngeprint dokumen karena petugas ruag baca sedang keluar. Kamipun memutuskan untuk keluar kampus menggunakan mobil salah satu dari peserta yg juga butuh print persyaratan. Finally, print persyaratan sudah dilakukan dan memakan waktu >30 menit akibat muter2 gak jelas. 😀

Kembali ke lokasi, dan ternyata wawancara sudah dimulai. Dengan tergopoh2, saya bertanya ke panitia yg berjaga di depan ruang wawancara tempat verifikasi dokumen. Beliau pun menjelaskan kalau tadi saya sudah dipanggil beberapa kali tidak muncul jadi langsung dilompati ke peserta selanjutnya. Leganya, beliau memberi pemakluman setelah saya jelaskan akibat keterlambatan dan memberi kesempatan setelah peserta (yang seharusnya) nomor urut 2 keluar.

Akhirnya nama saya dipanggil masuk ke ruangan wawancara. Tidak begitu tegang kalau dibandingkan saat wawancara IGSP yg banyak bulenya. Kali ini interviewernya 3 orang, beliau-beliau ini terdiri dari 2 profesor dan 1 psikolog.

Pertama masuk ruangan, melihat 3 interviewer memegang berkas dan laptop masing-masing. Iterviewer pertama menanyakan kenapa saya terlambat dan saya menerangkan alasannya, beliau pun memaklumi (Lega banget… :D). Interview berjalan dengan menggunakan bahasa inggris dan di akhir menggunakan bahasa Indonesia selama kurang lebih 45 menit tanpa terasa. Panitia mengatakan bahwa pengumuman hasil wawancara keluar 2-3 minggu setelah wawancara.

Sekedar tips untuk para pendaftar beasiswa LPDP yang akan melaksanakan tahap wawancara, berikut kira-kira poin wawancara yg ditanyakan kepada saya :

  • Segala hal mengenai isi CV, baik organisasi, IPK, prestasi, pengalaman dll. Poin ini berfungsi untuk melihat apakah isi CV kita benar atau tidak.
  • Rencana studi, riset yg dilakukan, dan alasan memilih universitas dan bidang
  • Kesiapan kita untuk menghadapi budaya baru, dan semua hal baru lain di LN
  • Rencana masa depan setelah lulus kuliah
  • Poin tambahan (tergantung isis esay kita, CV, dll)

Tiap minggu ngecek web LPDP dan tepat 3 minggu pengumuman hasil wawancara keluar. Download PDF….. (loading). Double click. Baca nama peserta yg lolos wawancara untuk program doktor luar negeri satu persatu……. sreet sreeeet deg deg deg *bunyi mouse bareng sama jantung deg degan*. Jreng jreeeeeng…. Alhamdulillah nama saya tercantum!!! Cek sekali lagi nama dan nomor peserta dan alhamdulillah sesuai. Rasanya seneeeeng pol notog jedok.. 😀

Eh perjuangan buat dapat beasiswa ke Jerman belum selesai broo. Ya, tahap selanjutnya adalah Pelatihan Kepemimpinan alias PK. Saya mengajukan jadwal PK terdekat yaitu ikut PK 10. Alhamdulillah lagi jadwal PK yg keluar sesuai dengan yg saya ajukan.

Dua minggu bergelut dengan tugas pra PK yg lumayan bejibun dan bikin orang buka email tengah malam dan pagi buta 😀. Kemudian berangkat ke Depok untuk pelaksanaan PK selama 2 minggu. Selama PK ketemu dengan orang2 yg super2 semua.. bener2 pengalaman Luar Biasa!! (Beneran gak bo’ong). Selama PK kami semua dimasukkan ke dalam kelompok2 kecil dan saya masuk ke kelompok Kolaborasi, kelompok yg terkenal dengan “kegagalan”nya :p. Tapi jangan salah kegagalan ini yg bikin kami sangat dekat, kayak keluarga sendiri.. hehe. Kegagalan adalah sukses yg tertunda, quote diatas cocok banget buat kelompok kami yg akhirnya dapet juara 3 visualisasi mimpi dan juara 1 apresiasi budaya. PK berakhir dan pengumuman akhir penerima beasiswa LPDP akan dilakukan via email paling lambat 2 minggu setelah PK berakhir. Hal-hal yg berkaitan dengan PK 10 bisa dilihat disini.

Pulang ke Surabaya untuk masuk ke kursus bahasa Jerman pertama kali yg udah bolos 5 hari pertama karena harus ikut PK. Awalnya tolah-toleh kowah kowoh karena gak ngerti di kelas orang2 pada ngomong apa.. hahaha. Di kelas superintensiv ini pengajarnya ada dua yaitu Frau Kiky (orang Indonesia asli yg pernah kuliah di Mainz setahun) dan Herr Schreiber (orang Jerman yg lama tinggal di Amsterdam). Karena les setiap hari (senin-jumat) dari pagi sampai siang, kami para peserta les jadi kayak keluarga kecil (nemu lagi keluarga kecil.. hehe), akrab banget.

2 minggu berjalan tapi pengumuman belum keluar. Para peserta PK 10 banyak yg menghubungi LPDP untuk menanyakan kepastian pengumuman. Seminggu kemudian, pagi2 setelah berangkat ke Goethe Institut, ada email masuk. Klik.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Alhamdulillah… saya dinyatakan sebagai awardee LPDP program doktor luar negeri.. senengnya bukan main.. langsung koprol ribuan kali *tapi dalam pikiran* heheheh 😀

Perjuangan belum berakhir di sini, masih ada pengurusan visa ke jerman, dan hal-hal lainnya.

Semoga di kesempatan lain, saya bisa menceritakan pengalaman pertama mendarat di Jerman. 😀

Moral of this story :

– Jangan pernah menyerah, selalu ada jalan bagi yang terus berusaha

– Don’t be afraid to dream and don’t let your dreams just be dreams.

Repost from : rifluqman.wordpress.com

MENGEJAR JERMAN!! #PART1 (GAGAL DAPAT BEASISWA IGSP)

Repost from : rifluqman.wordpress.com

Penulis : Arif Luqman (LPDP-Jerman Awardee)

Jerman, negara yang termahsyur dengan kemajuan teknologinya dan di negeri kita, negara ini identik dengan Pak Habibie, presiden jenius kita.


Saat kuliah S1 akhir tahun ketiga, pihak kampus (ITS Surabaya) mensosialisasikan beasiswa fast track jerman. Beasiswa ini merupakan beasiswa untuk jenjang S2 dan S3 dimana S2 akan dilakukan di ITS sendiri dan dimulai pada tahun keempat mahasiswa S1 dan S3 dilakukan di Jerman.

Begitu mendengar akan ada seleksi beasiswa ini, sayapun sangat bersemangat untuk mendaftar dan alhamdulillah lolos (penerima beasiswa ini saat itu kira-kira 150an mahasiswa di ITS). Siapa yg gak tergiur dengan beasiswa macam ini, udah S1 dan S2 bisa ditempuh dengan (hanya) lima tahun dan bisa lanjut S3 ke Jerman setelah lulus S2 dengan syarat tertentu, yaitu score TOEFL ITP >550 dan mendapat LoA dari niversitas di Jerman.

Kuliah S2 akhirnya selesai dengan susah payah karena jurusan S1 dan S2 saya (terpaksa) tidak linier. S1 saya jurusan Biologi dan S2 saya jurusan Teknik Lingkungan. Ini karena Jurusan Biologi di ITS pada saat itu belum ada progam studi S2 nya sehingga para penerima beasiswa fasttrack harus mengambil jurusan lain yang paling “dekat” dengan Biologi. Sambil menyelesaikan kuliah S2, saya juga berusaha melengkapi persyaratan untuk mendapatkan beasiswa S3 di Jerman, yaitu TOEFL ITP 550 dan LoA dari Universitas di Jerman. Untuk TOEFL, pihak kampus menyelenggarakan kursus bahasa inggris gratis. Dan untuk LoA, alhamdulillah saya mendapat LoA dari Universität Tübingen, Jerman. Usaha mendapat LoA ini pun gak gampang, cerita lika-liku berburu LoA bisa dibaca di sini.

Sekarang, tinggal menyerahkan persyaratan untuk beasiswa S3 yg masih jadi satu dengan program fastrack. Pihak yg mengurusi beasiswa ini kemudian memberikan konfimasi bahwa kami semua (penerima beasiswa ini) tidak bisa secara langsung mendapat beasiswa S3 di jerman walaupun sudah memenuhi syarat di atas, kami harus mengikuti seleksi terlebih dahulu dan mendaftar di beasiswa IGSP (Indonesia-German Scholarship Program) yang diadakan DIKTI.

Dari 150-an penerima beasiswa fastrack Jerman ini, yang mendaftar IGSP ini hanya 5 orang saja. Sementara yag lain sudah ada jalan hidup sendiri yang harus ditempuh (eak..). Setelah 2-3 minggu menunggu akhirnya pengumuman. Dan, Jreng jreeeeng… Alhamdulillah nama saya termasuk yang lolos administrasi. Dari 5 orang teman yang mendaftar 2 yang lolos untuk maju ke tahap wawancara.

Karena saya dan teman saya yg juga lolos berbeda jadwal hari untuk wawancara akhirnya kami berangkat ke Jakarta sendiri-sendiri via kereta ekonomi dengan durasi perjalanan 13-14 jam.. Superrr sekalii.. 😀

Sampai di Jakarta dan numpang tidur di kos an Deka, teman SMP, SMA, dan Kuliah (satu kampus beda jurusan). Esok paginya berangkat menuju Gedung D Kompleks Kemendikbud lantai 10. Berangkat pagi tapi dapat giliran wawancara jam 5 sore.. hahahaha. Akhirnya ngendon numpang tidur di masjid kompleks Kemendikbud.

Sampai jam 4 sore, saya menuju gedung tempat wawancara dan registrasi. Waktu masuk ke lantai tempat wawancara langsung kaget!! Karena banyak bule Jermannya.. Langsung nervous sampai perut agak mules (penyakit bawaan :D).

Waktu giliran wawancara, nama saya dipanggil dan langsung masuk ke ruangan. Oh ya, ruangan wawancara dibagi-bagi sesuai dengan bidang riset yang diajukan atau jurusan yg akan dimasuki. Jadi interviewer merupakan orang-orang yg bener-bener qualified di bidang yg akan kita tekuni. Dan, yang nambah nervous ternyata yang interview ada 7 orang!!!!! 4 orang Jerman dan 3 orang Indonesia!! Beuh!!! Interview dilakukan full in English, dan saya menjawab dengan belepotan. Bukan belepotan karena nervous, tapi memang belepotan karena gak ahli bahasa inggris.. :p

Pertanyaan yang diajukan bisa dibagi dalam poin2 berikut :

  • Riset yang akan dilakukan, baik latar belakang, pengembangan, metodologi, dan semua seluk beluk riset yang akan kita lakukan.
  • Kesiapan kita hidup di Jerman, baik mental, akademis, dll
  • Rencana ke depan setelah lulus
  • Kenapa memilih Jerman, dan apa manfaat studi untuk negara kita dan negara Jerman.

Seperti yg sudah kita tahu, kebanyakan orang Jerman itu keras, dalam artian sangat disiplin dan profesional. Jadi saat ditanyai oleh interviewer dari Jerman rasanya… indescribable!! Untungnya masih ada interviewer dari Indonesia yang agak melumerkan suasana.. 😀 pfft. Interview berjalan kira-kira 60-70 menit tanpa terasa. Moderator wawancara mengatakan pengumuman akan dilakukan lewat email maksimal 2 minggu setelah wawancara.

. . .

Minggu liburan, saya habiskan untuk naik gunung Merbabu. Dan ternyata sesaat setelah turun gunung dan dapat sinyal, saya langsung dapat kabar dari teman kalau dia sudah terima email pengumuman kalau lolos dan dapat beasiswa IGSP!! Karena keadaan alam yang tidak memungkinkan (sinyal lemah banget), saya tidak bisa membuka email. Akhirnya saya menghubungi saudara di rumah dan meminta tolong untuk dibukakan email. Dan ternyata saya tidak dapat email, yang kemungkinan besar saya tidak lolos beasiswa IGSP. Mencoba menenangkan diri dan pulang ke kota kelahiran.

. . .

Sampai di rumah, saya mengecek email berkali-kali dan tetap tidak ada balasan. Keringat dingin mulai keluar, khawatir tidak lolos semakin besar. Akhirnya saya memutuskan mengirim email ke CP untuk IGSP dan beliau membalas yg kira-kira isinya:

“untuk yang lolos kemungkinan besar sudah menerima email semua tetapi karen ini belum sampai 2 minggu setelah wawancara maka ditunggu saja.”

Deg!!! Mbak-mbak CP ini gak menentramkan hati malah bikin dag dig dug. Setelah tiba hari yang ditentukan saya menelepon CP tsb dan mendapat konfirmasi bahwa kemungkinan sangat besar tidak lolos dan disuruh untuk menunggu hasil yang diumumkan via web DIKTI. Pfft.. semakin galau..

Tiap hari buka web DIKTI. Dan pada hari itu (lupa tanggal dan harinya.. hehe), pengumuman hasil seleksi wawancara IGSP keluar. Downloading pdf…. Dan….

Jeng jeng jeeeeengg….

Tidak ada nama saya disitu.. saya periksa berkali dan tetap gak nemu..

Dan akhirnya saya bingung, bingung hidup ini mau dibawa kemana.. (eak alay banget..)

…. Bersambung …

Daftar Sekolah Penerima Kartu pos #nasipadang (sampai 31 Maret 2015)

Berikut daftar sekolah-sekolah penerima kartu pos #nasipadang yang telah mengisi formulir penerima #nasipadang :

Daftar Sekolah Tujuan Program #nasipadang (Menanam Inspirasi pada Generasi Mendatang)

Catatan bahwa kartu pos telah dikirimkan dari sahabat-sahabat #nasipadang ke semua sekolah yang ada di daftar tersebut. Beberapa dari sekolah tersebut telah menerima kartu pos dan mengirimkan testimoni dan foto-foto tentang #nasipadang. Tertarik untuk melihat testimoni dan fotonya? Silahkan lihat di sini.

Bagi sahabat #nasipadang yang ingin menerima kartu pos untuk periode April 2015 silahkan mengisi formulir pada postingan berikut:

http://lpdp-jerman.org/pendaftaran-penerima-kartu-pos-nasipadang-menanam-inspirasi-pada-generasi-mendatang/

 

Terima kasih.

Mari berbagi INSPIRASI bagi anak negeri !

Penulis : Admin #nasipadang

Terima kasih Telah Berbagi Inspirasi bagian 2 (Testimoni dari Guru Sekolah Penerima Kartu pos #nasipadang)

Berikut beberapa testimoni dan foto-foto yang dikirimkan Guru sekolah penerima #nasipadang.

testimoni pak SaehudinPak Saehuddin, guru SMK IT Al Junaedah, Sukabumi mengirimkan pesan melalui BBM kepada salah satu team #nasipadang. Beliau mengucapkan terima kasih kepada salah satu LPDP-Jerman Awardee (Dedi Rosa Cupu) yang mengirimkan kartu pos #nasipadang ke sekolahnya. Dengan semangat, beliau langsung membacakan isi surat (kartu pos.red) di depan siswa-siswinya.

Menurut pak Sae (sapaan akrab beliau), respon anak-anak sangat luar biasa dan mereka bermaksud untuk mengikuti jejak awardee untuk meraih impian mereka masing-masing serta berjanji akan belajar dengan tekun dan serius.

.

.

.

Ibu Mulyanah, seorang Guru di SD IT Rahmatan Lil Alamin, Bogor, Jawa Barat, berpendapat bahwa program #nasipadang sangat bagus dalam memberi motivasi untuk siswa dalam mewujudkan mimpi-mimpi mereka untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

IMG-20150318-WA0005

Alhamdulillah respon mereka (siswa/i.red) cukup bagus. Program ini sangat bagus terutama dalam memberi motivasi untuk siswa agar bisa mewujudkan mimpi-mimpi untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. (Mulyanah, SPi. Guru SD IT Rahmatan Lil Alamin, Bogor, Jawa Barat)blank page

Kurnia Purnama Sari Ibu Kurnia Purnama Sari, guru SMP Negeri 5 Ciamis mengirimkan pesan singkat dan padat  dan mengirimkan foto beliau saat membacakan kartu pos #nasipadang:

Nih, udah aku bacain. Anak-anak senang banget, mereka sangat termotivasi. Makasih yaa atas support dan berbagi ceritanya

Penulis : Admin #nasipadang

Terima kasih Telah Berbagi Inspirasi (Testimoni dari Guru Sekolah Penerima Kartu pos #nasipadang)

Dari sekian banyak kartu pos yang telah dikirimkan oleh sahabat #nasipadang, beberapa diantaranya telah sampai di sekolah-sekolah di Indonesia. Kartu pos dengan menu utama: pesan, motivasi, inspirasi dan semangat tersebut telah dibacakan di depan kelas oleh guru sekolah penerima kartu pos #nasipadang. Selain itu, murid/siswa/i juga diberikan kesempatan untuk membaca langsung kartu pos dari kakak-kakak mereka di luar negeri. Ekpresi senang, bahagia, penasaran dan lain-lain dapat dilihat dari beberapa foto yang dikirimkan guru kepada admin #nasipadang melalui sosial media. Selain foto, Ibu/Bapak guru sekolah penerima kartu pos #nasipadang juga memberikan testimoni mereka tentang program ini. Salah satu testimoni dan foto-foto kegiatan membaca kartu pos datang dari bu Dewi Lismawati, guru SD Kebon Baru 10 Pagi, Jakarta Selatan dan Pak  Fadlhi Fakhri Fauzan, S.Psi. Menurut bu Dewi, dengan membacakan kartu pos dari bu Vira Agustina (LPDP-Jerman Awardee) yang sedang menempuh S3 di University of Bremen, telah memberikan inspirasi bagi murid-muridnya. Bu Dewi juga mengirimkan dua foto yaitu saat beliau membacakan kartu pos di depan murid-muridnya dan saat seorang murid membaca kartu pos tersebut.

testimoni

SD Kebon Baru 10 Pagi Jakarta

Pak Fadlhi Fakhri Fauzan, S.Psi yang merupakan seorang Guru di SMP PTT Ashabulyamin, Cianjur mengirimkan email berisi testimoni dan melampirkan beberapa foto kegiatan membaca kartu pos #nasipadang. Beliau mengucapkan terima kasih kepada salah satu LPDP-Awardee Jerman (teh Uli Fadilah Siregar) atas kiriman kartu posnya. Pesan pak Fadhli semoga silaturahmi tidak selesai hanya sampai di sini aja terus berlanjut sampai kapanpun, alhamdulillah anak-anak senang. Pak Fadhli juga berpesan agar program #nasipadang terus dilanjutkan dan dikembangkan, ini sangat bagus untuk memotivasi dan menginspirasi anak-anak di Indonesia.

testimoni SMP PTT Cianjur

Penulis : Admin #nasipadang

Lapor (Registrasi) Diri ke Konsulat RI untuk Menghindari Hal-Hal yang Tak Diingini

“WNI yang berada di luar negeri wajib melaporkan keberadaan, kepindahan, perubahan alamat, status izin tinggal, dan kejadian penting lainnya (seperti kelahiran, perkawinan, perceraian, maupun kematian) kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat.”

Tulisan di atas tertera jelas di website resmi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Frankfurt Am Main. Ini artinya setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang sedang berada di Jerman diharuskan melaporkan keberadaannya kepada perwakilan negara di Jerman. Tidak jauh beda dengan konsep lapor diri di kampung kita. Bagi warga kampung yang pindah rumah dari satu RT ke RT lain, diharapkan lapor dalam 2 kali 24 jam ke ketua RT setempat.

Tujuan dari proses lapor diri sangat jelas agar keberadaan kita diketahui oleh perwakilan negara kita tercinta sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (semoga tidak pernah terjadi apa-apa) dapat diselesaikan dengan baik oleh bapak/ibu perwakilan negara. Selain itu, kita juga bisa meminta bantuan perwakilan negara untuk mengurus dokumen konsuler/imigrasi seperti penggantian paspor, surat keterangan status pernikahan, surat keterangan kelahiran, surat keterangan pulang habis ke Indonesia, dan lain-lain. Satu lagi, bagi Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sedang tugas belajar di luar negeri, lapor diri merupakan langkah awal untuk mendapatkan penilaian prestasi akademik untuk mengisi Sasaran Kerja Pegawai (SKP). SKP ini merupakan salah satu syarat kenaikan pangkat/jabatan fungsional. Jadi, lapor (registrasi) diri itu SANGAT PENTING kan?

 Berhubung saya kuliah di RWTH-Aachen yang masih dalam wilayahnya NRW (North Rhein Westphalia) maka saya harus melaporkan diri ke KJRI Frankurt am Main. Proses lapor diri dapat dilakukan dengan 2 cara, datang langsung ke Kantor KJRI Frankfurt am Main di Zeppelinallee 23, 60325 Frankfurt am Main atau bisa melalui pos ke alamat tersebut. Aachen – Frankurt tidak begitu jauh, tapi tetap butuh waktu apalagi proses lapor diri hanya bisa dilakukan pada hari di saat saya harus ke Institut (saat hari kerja), makanya saya memilih opsi kedua. Selain itu opsi kedua ini juga dapat menghemat biaya transportasi dan akomodasi. Ada satu lagi cara, biasanya saat ada acara yang berhubungan dengan KJRI, misalkan pada saat acara ONE DAY INDONESIA di Dortmund tanggal 28 Maret 2015, di situ pihak KJRI Frankfurt mengadakan warung konsuler dengan menu utama pelayanan registrasi/lapor diri.

Adapun dokumen-dokumen yang dibutuhkan saat lapor diri (sesuai di website KJRI):

  1. Paspor asli
  2. Formulir Lapor diri yang telah diisi lengkap dan ditandatangani pemohon (bisa didownload di sini)
  3. 2 (dua) lembar pasfoto terbaru (maksimal 3 (tiga) bulan) ukuran 4×6 dengan latar belakang bebas,
  4. Fotokopi visa dan/atau izin tinggal (Aufenthaltsbescheinigung/Aufenthaltstitel) di Jerman yang masih berlaku (izin tinggal asli diperlihatkan kepada petugas),
  5. Fotokopi halaman-halaman Paspor yang berisi data diri, tanda tangan pejabat dan halaman lain yang telah digunakan,
  6. Fotokopi surat registrasi tempat tinggal (Meldebestätigung),
  7. Fotokopi Akta Kelahiran (Geburtsurkunde),
  8. Fotokopi surat/akta perceraian bagi yang telah bercerai,
  9. Fotokopi surat keterangan/kartu pelajar/mahasiswa (Studentenbescheinigung) dari Universitas/Sekolah bagi mahasiswa/pelajar yang belajar,
  10. Fotokopi Surat Keterangan Bekerja (Arbeitsbescheinigung) bagi yang bekerja,
  11. Fotokopi Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri (bila ada), dan
  12. Bila registrasi diri yang telah jadi akan dikirimkan kembali melalui jasa pos, harap sertakan amplop balasan beralamat lengkap dan perangko secukupnya (sebaiknya tercatat/einscreiben).

Bagi yang menggunakan paspor dinas, selain dokumen-dokumen di atas harus juga melampirkan Fotokopi Surat Tugas Keterangan Tugas dari Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia dan Fotokopi Surat Keterangan Tugas dari Instansi asal.

Sekali lagi, jangan lupa menyertakan amplop balasan lengkap dengan alamat rumah dan perangko balasan. Kalau bisa langsung saja ke kantor pos, minta ke petugasnya bahwa perangko yang kita butuhkan pada amplop balasan adalah yang tercatat (einscreiben). Amplop balasan tidak harus sebesar amplop hvs karena surat keterangan bahwa kita telah lapor diri ditempelkan pada bagian belakang paspor seperti ini:

Keterangan telah melapor diri ke KJRI
Keterangan telah melapor diri ke KJRI

 

Selamat melaporkan diri ke konsulat RI untuk menghindari hal-hal yang tak diingini.

Penulis : Dedi Rosa Putra Cupu (LPDP-Jerman Awardee, S3 RWTH-Aachen University)