Journey to Germany (Part 2): Proses LoA – Bonn University

Setelah sebelumnya di Part 1 saya berbagi pengalaman tentang proses perjalanan menuju studi di Jerman secara umum, di bagian ini saya akan membahas khusus bagaimana proses saya bisa mendapatkan LoA dari program The Bonn International Graduate School – Oriental and Asian Studies (BIGS-OAS).

Sesudah kesulitan, ada kemudahan. Alhamdulillah, saya merasakan betul makna dari perjuangan mendapatkan LoA di kampus Jerman (karena sudah ditolak berkali-kali). Setelah mendapat kepastian penolakan dari Hamburg University di bulan April, saya mulai merevisi proposal riset saya, sambil mendaftar ke program yang ada di Bonn University.

Kenapa Bonn University? Karena setelah meng-googling, saya menemukan kecocokan antara program yang ditawarkan, kesesuaian minat saya, serta deadline aplikasinya di bulan Juni (banyak kampus lain yang sudah terlewat pendaftarannya yang mostly akhir/ awal tahun). –> hikmah dari pengalaman saya, kalau bisa, saat mencari LoA sebaiknya langsung daftar ke beberapa program/ kampus sekaligus. Kalau saya, tipenya satu per satu apply-nya. Kalau gagal, baru lanjut ke pencarian berikutnya. Ini agak berbahaya kalau waktunya mepet ^^”.

Saat browsing di website Bonn University, saya temukan 2 program doktoral yang sesuai dengan minat riset saya terkait Asian Studies yaitu di Program ZEF dan BIGS – OAS.  Mengingat batas waktu penyerahan LoA ke LPDP yang semakin mepet (6 months remaining), maka saya pun harus berkejaran dengan waktu. Terlebih, ada rezeki tak disangka-sangka di tengah perjuangan saya mencari LoA, yang menyebabkan saya harus menunda keberangkatan studi ke Jerman ke tahun 2017.  Saya merasa rezeki yang saya (dan suami) dapatkan ini jauh lebih prioritas, daripada memaksakan berangkat studi ke Jerman dalam waktu dekat.

Maka, sembari mempersiapkan aplikasi ke Bonn University, saya pun mencoba menghubungi CS LPDP terkait kemungkinan defer (penundaan) studi karena alasan kehamilan dan melahirkan. Juga kemungkinan dari program doktoral yang hendak saya daftar untuk memberikan LoA lebih awal (mid 2016) walaupun saya baru bisa intake kuliah mid 2017.

Alhamdulillah, saya mendapat sinyal positif dari CS LPDP dengan syarat saya tetap harus menyerahkan LoA sebelum batas waktu berakhir (Desember 2016), serta adanya persetujuan dari kampus yang saya apply untuk penundaan studi ke intake 2017.

Dan kemudahan lainnya saya dapatkan pula dari BIGS-OAS dan ZEF. Setelah saya mengirim email tentang kondisi saya, ZEF merespon dengan positif. Mereka meminta saya untuk segera memasukkan aplikasi saya, walaupun kemungkinan proses seleksi sampai tahap pengumuman memakan waktu sampai 3 bulan (padahal belum tentu keterima juga XD). Hal ini terjadi karena mereka perlu waktu untuk  menyeleksi berkas saya, serta mencari profesor yang bersedia dan available untuk menjadi supervisor saya di tahun 2017.

Adapun sinyal yang lebih positif saya dapatkan dari BIGS-OAS. Saya mendapat banyak bantuan dan kemudahan terkait kondisi saya di atas. Saya pun diminta untuk segera mengirimkan ringkasan proposal riset, dan kemudian menyusulkan aplikasi lengkapnya. Akhirnya, saya memilih untuk mendaftar ke BIGS-OAS dibandingkan ZEF karena pertimbangan waktu dan chance mendapatkan LoA (*pragmatis mode).

Oya, perlu menjadi catatan bahwa di program ZEF dan BIGS OAS, aplikan tidak perlu mengontak dan mendapatkan profesor terlebih dahulu. Justru dari program-lah yang akan mencarikan profesor yang sesuai dengan tema riset kita. Jadi, beda program studi, bisa beda case ya. Bisa jadi di program doktoral lainnya, mereka meminta dapat persetujuan profesor dulu baru kemudian berkas aplikasi lain menyusul.

==========================================

Berikut ini beberapa syarat dokumen yang harus saya lengkapi untuk aplikasi ke BIGS-OAS:

The application package must include the following documents:

  • a completed application form*
  • an outline of the proposed doctoral project
  • a curriculum vitae
  • two letters of recommendation
  • copies of all degrees received
  • a copy of the B.A. or M.A. thesis (or an equivalent final paper)
  • evidence of proficiency in the major source or field language relevant to source analysis or the dissertation project.
  • proof of proficiency in German or English (not applicable, if applicants are native speakers of German or/and English or if applicants have graduated from an German/English speaking university)
  • The application deadline is June 15 of any year. (Later applications may also be accepted.)
  • Please submit your application package as ONE PDF document via email.

Application requirements:

Applicants must hold a M.A. or equivalent with an above-average grade of „very good“ in a relevant doctoral studies discipline of BIGS-OAS from a German university or an equivalent degree from a foreign university (more information). The admission to the graduate program expects participants to have advanced German or English language proficiency (more information).

Proposed doctoral project:

Applicants are expected to conduct an outline of their proposed doctoral project on a maximum of six pages. Apart from a description of topics, the abstract should include the contribution to existing research, use of theoretical and methodological concepts, and also a preliminary working plan. Moreover, applicants must show evidence of proficiency in the major source or field language relevant to their dissertation project.

The outline proposed by the applicant will be considered as preliminary thoughts for possible doctoral projects. As a rule, participants do not join the program with a finished project plan, instead the first year of studies is designed for participants to formulate an adequate topic with researchers and/or scholars. Therefore the working title chosen at the beginning of the doctoral program can be changed after the first year.

Selection process:

The executive committee of BIGS-OAS selects the participants. Experts (a member of the subject or field from the university) can serve as a consultant during the selection process. An important decision criterion is the applicant’s academic qualification. Promising applicants will be contacted for a personal interview which takes place in August. These interviews can also be held in form of a telephone interview. All applicants will be notified by the end of August.

===========================

Setelah berjibaku merombak proposal (ini yang paling sulit) dan memenuhi semua persyaratan, saya pun kemudian mengirimkan aplikasi saya pada 1 Juli 2016. Beruntung, late application benar-benar masih bisa dipertimbangkan. Mungkin karena saya mendaftarnya untuk intake 2017 yaaa (?). hehehe…

Dan Alhamdulillah, setelah 20 hari aplikasi saya masuk, saya mendapatkan email pengumuman penerimaan di program BIGS – OAS, dan saya mendapatkan profesor, yang seorang etnolog dan ahli Indonesia. Beliau bersedia menjadi pembimbing saya di tahun 2017 nanti (*Alhamdulillah yaa Allah, sujud syukur TT___TT).

Dan sebulan kemudian (sekitar pertengahan Agustus 2016), saya pun resmi mendapat LoA pada program BIGS-OAS dan surat keterangan supervisi Profesor. Proses mendapatkan LoA ini pun setelah melalui serangkaian revisi agar sesuai dengan ketentuan dari LPDP dan aplikasi VISA Jerman (nanti) . *Alhamdulillah, terima kasih banyak untuk koordinator programnya yang sudah sabar dan berbaik hati membantu walaupun di Jerman lagi libur musim panas.

 

Setelah mendapatkan LoA ini, bukan berarti perjuangan sudah selesai. Masih banyak hal administratif dan birokrasi lainnya yang harus disiapkan. Jalan menuju Jerman masih panjang. Namun, semoga dimudahkan dan dilancarkan prosesnya hingga hari H keberangkatan dan mulai studi di Bonn nanti. aamiin….

PS: Intinya, saat proses mencari LoA teruslah berjuang  dan rajin-rajin berkomunikasi dengan program koordinatornya. Sesudah kesulitan, selalu ada kemudahan. Selamat berjuang, para pencari ilmu :)!

 

*Retno Widyastuti

Awardee LPDP Doctoral Program Batch IV 2015

PK – 54 Sandya Caraka

BIGS – OAS Bonn University, Jerman

artikel ini bisa diakses juga https://chikupunya.wordpress.com/

Journey to Study in Germany: Jalan Menuju BIGS – OAS Bonn University (Part 1)

 

“In life, many things don’t go according to plan. If you fall, get back up. If you stumble, regain your balance. Never give up!” – Unknown

Perkenalkan, saya Retno Widyastuti yang akrab disapa Chiku. Saya adalah alumni Ilmu Hubungan Internasional UGM, Kajian Wilayah Jepang UI dan Asia Pacific Studies NCCU Taiwan. Alhamdulillah, pada Desember 2015 saya dinyatakan lolos seleksi tahap akhir beasiswa Doktoral Luar Negeri LPDP Batch IV 2015. Saat ikut seleksi beasiswa LPDP, saya belum mendapat LoA sehingga saya perlu berkejaran dengan batas waktu 1 tahun untuk diterima tanpa syarat (unconditional acceptance) di salah satu Universitas di Jerman, yang menjadi negara tujuan saya.

Mengapa Jerman? Negara ini mungkin terlihat anti-mainstream untuk para mahasiswa Indonesia yang berlatarbelakangkan ilmu Sosial Politik, apalagi dengan fokus kajian Kawasan Asia seperti saya. Jujur, sebelumnya saya tidak terpikir untuk melanjutkan di negara ini. Namun, jalan hidup saya; berjumpa dengan laki-laki yang menjadi suami saya dan rencana bersama menuntut ilmu di Jerman, membawa saya pada pilihan ini. Alhamdulillah, setelah saya pelajari dan telusuri lebih lanjut terkait kampus-kampus di Jerman dan perkembangan kajian Asianya, saya pun berangsur mulai ‘berdamai’ dengan diri sendiri dan perlahan-lahan menyukainya.

Proses dan perjalanan saya dalam berburu LoA (yang akhirnya berlabuh di Bonn International Graduate School – Oriental and Asian Studies BIGS – OAS, Bonn University) tidaklah mulus. Selama tujuh bulan, berbagai penolakan saya hadapi: 3 program doktoral di 3 universitas (Freie Univ, Humboldt Univ dan Hamburg Univ) dan 2 profesor (karena alasan birokrasi dan masa pensiun).

Tentu, berat rasanya untuk bangkit kembali setelah terpuruk dari penolakan. Tapi, di situlah pentingnya semangat pantang menyerah dan juga dukungan serta doa dari orang-orang terdekat kita. Juga, bagaimana kita BELAJAR mengambil HIKMAH dari proses dan penolakan ini.

Saya pun berdiskusi dengan suami, dan menganalisa kira-kira apa yang menjadi alasan penolakan tersebut (terutama dari structured doctoral program). Kemudian, saya pun mengatur ulang strategi aplikasi saya. Berikut ini beberapa catatan pembelajaran aplikasi saya yang (semoga) bisa menjadi gambaran bagi rekan-rekan sekalian:

  1. Buatlah Daftar Universitas dan Program Studi yang Sesuai dengan Minat Studi dan Bidang Riset

Idealnya, kita punya daftar lebih dari satu kampus dan prodi tujuan studi. Ini penting supaya kita selalu punya pilihan dan back-up plan jika terjadi penolakan. Salah satu cara mencari daftar kampus dan prodinya adalah dengan search engine yang disediakan oleh beberapa lembaga pendidikan Jerman:

 

  1. Buatlah Daftar Nama Professor yang Ahli di Bidang Riset Kita

Untuk daftar nama professor ini, diperlukan in case kalau prodi yang kita ingin apply, mewajibkan adanya approval dari professor terlebih dahulu. Untuk yang ini, saya coba googling dengan kata kunci yang sesuai dengan minat studi dan riset. Misalnya: List of Southeast Asian Studies Professor in Germany. Alhamdulillah, saya mendapat data yang diinginkan dari link ini; http://goo.gl/gjMWmm . Selain mendapat daftar nama professornya, saya juga bisa mengetahui kekhususan minat riset, asal universitas, fakultas dan bahkan link profil mereka di website.

  1. Buatlah Proposal Riset/ Disertasi dengan Realistis

Maksud perlu ‘realistis’ di sini adalah jangan terlalu idealis, namun tetap sesuai dengan minat kita. Proposal riset saya untuk 3 program sebelumnya, dirasa suami dan ayah saya kurang realistis karena terlalu jauh dari kepentingan dan fokus penelitian di program studi/ fakultas atau minat riset profesornya serta kepentingan Indonesia (*nasionalisme muncul).

Saya dinilai terlalu idealis, karena memaksakan apa yang saya mau teliti tanpa melihat ‘kenyataan’ tersebut. Setelah dijedotkan dengan penolakan sebanyak tiga kali, akhirnya saya ‘sadar’ dan merombak total proposal riset saya dan mencoba lebih realistis dengan lebih mempertimbangkan fokus penelitian di jurusan dan minat Profesor ^___^”

Maka, untuk memastikan proposal kita “realistis” atau tidak, mintalah pendapat dan masukan dari orang-orang dekat yang kamu akui kapasitas atau paham tentang risetmu.

  1. Cek Website, Baca dan Catat Hal-hal Detail di Web Program Studi dan atau Universitas

Kadangkala, saking semangatnya kita dalam apply kampus, kita terlupakan dengan hal-hal detail yang penting. Dari pengalaman saya, saya harus berkali-kali membaca SEMUA isi website program studi yang saya inginkan supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Sangat rugi jika kita tertolak karena simply urusan administratif.

  1. Siapkan Kelengkapan Aplikasi dan Proposal Riset Jauh-jauh Hari

Mungkin banyak dari kita yang memegang prinsip SKS (sistem kebut semalam) atau semakin mepet, semakin kreatif (*termasuk saya :p). Namun, dari pengalaman saya, prinsip mepet harus dibuang jauh-jauh, karena banyak printilan (hal-hal kecil) yang jika luput kita siapkan, itu berdampak pada timeline yang kita buat (terutama untuk hal-hal birokratis yang jika tahap 1 belum terselesaikan, maka tahap 2 tidak akan bisa dilakukan). Misalnya: rekomendasi dari dosen/ supervisor/ pembimbing kita.

Adapun untuk proposal riset, kumpulkan bahan materi dan bacaan yang relevan dengan minat studi dan risetmu sejak lama. Jangan hanya dikumpulkan, tapi harus dicicil untuk dibaca dan diolah menjadi sebuah proposal yang realistis.

  1. Jangan Pernah Patah Semangat oleh Penolakan

Untuk kita yang terbiasa ‘berhasil’ atau jarang menerima penolakan, maka berhati-hatilah ketika menghadapinya. Karena itu akan membuatmu semakin rentan patah semangat dan patah hati, bahkan nangis berhari-hari (*lebay). Bangkitkan dan tegakkan kembali semangat, luruskan niat, dan lihat kembali tujuan kita melanjutkan studi.

Selain motivasi internal (dari dalam diri), perlu juga motivasi external yang berasal dari orang-orang dekat yang kita percayai. Mereka akan sangat membantu kita untuk kembali ke jalan perjuangan, dan membantu dalam mengevaluasi kegagalan/ penolakan yang kita hadapi.

  1. Hindari Asumsi, Buktikan dengan Fakta

Seringkali dalam menjalani proses, otak kita dipenuhi dengan asumsi-asumsi. “Oh, mungkin gini, oh kayaknya gitu deh”, tapi tanpa bukti atau fakta yang jelas sumbernya dari mana. Maka dari itu, Jika ada hal yang masih tidak jelas/ asumsi, jangan ragu untuk mengontak CP dari program studi yang ingin kita daftar atau bertanya pada orang/ pihak yang tepat dalam memberikan jawaban yang jelas.

Dalam perjalanan, saya seringkali dihantui asumsi dan berprasangka buruk. Alhamdulillah, saya diingatkan oleh suami saya untuk membuktikan asumsi saya dengan bertanya. Misal: saya merasa tidak enak hati meminta rekomendasi dari Prof pembimbing saya saat kuliah S2. Saya berasumsi bahwa beliau sedang sibuk, dan sebal dengan saya yang sering merepotkan. Tapi, setelah saya berani bertanya, ternyata respon yang diberikan jauh dari asumsi saya. Prof. Pembimbing saya dengan sangat senang hati direpoti dan memberikan rekomendasinya.

Prinsipnya, malu bertanya, sesat di jalan! (*tapi jangan kebanyakan nanya-nanya juga kalau belum baca detail ^^”)

***

Sementara, itu dulu cerita dan pengalaman yang bisa saya bagi. Untuk tulisan lebih detail terkait proses teknis mendapatkan LoA dari program BIGS-OAS Bonn University, akan saya sampaikan kemudian. Selamat berjuang, wahai pencari ilmu J

——————–

Kontributor : Retno Widyastuti

Kandidat Mahasiswa Program Doktoral, Bonn University

Blog: http://chikupunya.wordpress.com

S2 di Institut für Erdöl- und Erdgastechnik (ITE), Technische Universität (TU) Clausthal – bagian 3

TU Clausthal didirikan pada tahun 1673 sedangkan Institute of Petroleum Engineering didirikan pada tahun 1943 (website: https://www.ite.tu-clausthal.de/de/about-us/history/). Terdapat tiga program studi master yang ditawarkan dalam Bahasa Inggris atau program Internasional, yaitu Teknik Perminyakan (Petroleum Engineering dengan 2 pilihan spesialisasi: Reservoir Management dan Drilling/Production), Teknik Pertambangan (Mining Engineering), dan Teknik Panas Bumi (Geothermal Engineering). Sepanjang yang saya tahu, terdapat dua universitas di Jerman yang menawarkan program studi Petroleum Engineering, yaitu TU Clausthal dan TU Bergakademie Freiberg, namun hanya TU Clausthal yang menawarkan program S2 dalam Bahasa Inggris. Sedangkan TU Freiberg menawarkan program studi Petroleum Engineering dalam Bahasa Jerman dan dengan sistem gelar Dipl. Ing.

Untuk teman-teman yang ingin berkuliah di TU Clausthal Jerman, program studi master Petroleum Engineering, tidak diwajibkan dapat berbahasa Jerman (syarat dan ketentuan berlaku, mohon mengecek website: https://www.ite.tu-clausthal.de/en/studies/degree-programmes/master-of-science-petroleum-engineering/application-documents/), namun untuk syarat kelulusan program master, diwajibkan untuk lulus program belajar Bahasa Jerman dengan level A.1. Namun, sangat direkomendasikan agar teman-teman menguasai Bahasa Jerman, minimal tingkat dasar, karena di kota Clausthal, tidak banyak orang yang dapat berbicara dalam Bahasa Inggris.

Program master petroleum engineering di TU Clausthal ditempuh selama 4 semester atau 2 tahun. Secara umum, dalam program studi master Reservoir Management kita akan mempelajari: communication skills, advanced reservoir mechanics, advanced production and well planning, data acquisition and evaluation, reservoir modelling and simulation, enhanced hydrocarbon recovery, economics and law, seminar, project management, group project, dan master thesis.  Sedangkan dalam program studi Drilling/Production kita akan mempelajari: communication skills, advanced reservoir mechanics, advanced production and well planning, advanced drilling and completion, directional drilling and well logging, production, management, economics and laws, seminar, dan master thesis. Untuk informasi yang lebih lengkap, teman-teman dapat mengakses website https://www.ite.tu-clausthal.de/en/.

Secara umum, terdapat beberapa perbedaan mencolok antara perkuliahan di TU Clausthal (Jerman) dan di Indonesia. Berikut saya menyebutkan sebagian:

  • Suasana perkuliahan disini dapat dikatakan lebih bebas dibandingkan dengan di Indonesia. Disini, misalnya pada saat musim panas, banyak mahasiswa akan mengenakan pakaian casual celana pendek.
  • Selain itu, tidak terdapat presensi dalam setiap kuliah (kebanyakan). Setiap mahasiswa bebas untuk hadir atau tidak hadir dalam perkuliahan.
  • Tidak ada ujian tengah semester, yang ada hanyalah ujjian akhir semester. Ujian lisan adalah tipe ujian yang biasa dilakukan di universitas di Jerman selain ujian tertulis.
  • Di TU Clausthal, setiap mahasiswa diwajibkan untuk mendaftar ujian jika hendak mengikuti ujian mata kuliah tertentu. Dengan mendaftar mata kuliah tertentu, tidak berarti kita mendaftar ujian. Dengan kata lain, proses mendaftar ujian berbeda dengan mendaftar mata kuliah (misalnya jika dibandingkan sistem kartu rencana studi (KRS) di Indonesia).
  • Sistem nilai di Jerman menggunakan skala 1-5 dimana 1 adalah sangat baik dan 5 berarti gagal. Sepanjang yang saya tahu, belum ada acuan resmi sistem konversi nilai dari sistem Jerman ke sistem nilai di Indonesia. Teman-teman dapat menggunakan salah satu alternatif sistem konversi dalam website: http://www.foreigncredits.com/Resources/GPA-Calculator/, bila hendak mengkonversi nilai dari sistem nilai yang berlaku di Jerman ke sistem nilai yang berlaku di Indonesia.
  • Kita perlu berhati-hati bila gagal dalam satu ujian, karena setiap mahasiswa hanya diperkenankan untuk mengulang 3x untuk setiap ujian mata kuliah tertentu, bila tidak berhasil lulus dalam mata kuliah tertentu, maka mahasiswa tersebut akan dikeluarkan (Dropped Out). Sedangkan untuk masa studi, mahasiswa program S2 diberikan waktu maksimum 8 semester (4 tahun) dan mahasiswa program S1 diberikan waktu maksimum 12 semester (6 tahun), untuk menyelesaikan masing-masing program.
  • Biaya perkuliahan di Jerman tergolong sangat murah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Saya hanya dikenakan tuition fee sekitar 181-183 Euro per semester. Tuition fee ini biasanya ditujukan untuk Studentenwerk, student parlement (kegiatan mahasiswa), dan lain sebagianya.

Pada saat pertama kali sampai di Clausthal, calon mahasiswa baru diharuskan mendaftar (registrasi) di bagian tata usaha kampus untuk mendapatkan immatrikulationsbescheinigung (bukti registrasi). Data ini akan digunakan untuk mendaftar atau melaporkan diri di Rathaus. Bukti immatrikulationsbescheinigung dan surat pernyataan dari Rathaus akan digunakan untuk mendapatkan ijin tinggal (residence permit). Ijin tinggal ini diajukan pada saat mendekati masa 3 bulan ijin visa kita akan habis. Ijin tinggal tersebut dapat diurus di Goslar (untuk kota Clausthal-Zellerfeld, website: https://www.landkreis-goslar.de/).

12
Rathaus. Setiap orang yang baru datang ke suatu kota di Jerman, diwajibkan untuk melaporkan dirinya ke Rathaus (semacam kantor administrasi kependudukan). Sebagai mahasiswa baru di TU Clausthal, diwajibkan untuk melaporkan diri dan menunjukkan immatrikulation (bukti registrasi mahasiswa) ke Rathaus.    

Saya tinggal di asrama mahsiswa atau biasa disebut student wohnheim (dikelola oleh Studentenwerk). Kita dapat memesan kamar di asrama mahasiswa TU Clausthal sebelum kita berangkat ke Jerman atau bisa juga pada saat kita sampai di Clausthal. Saya sendiri memesan kamar asrama sebelum berangkat ke Jerman. Biasanya untuk memesan kamar, diberlakukan sistem tunggu (waiting list) karena banyak mahasiswa yang meminati kamar di asrama mahsiswa, sedangkan jumlah kamar tidak sebanyak jumlah mahasiswa. Teman-teman dapat mencari informasi lebih lengkap di website: http://www.stw-on.de/clausthal.

Sebagai mahasiswa Indonesia di TU Clausthal, saya bergabung dengan organisasi perhimpunan pelajar mahsiswa Indonesia (PPI) TU Clausthal. Setiap tahun, PPI TU Clausthal rutin menggelar acara malam budaya Indonesia di kota Clausthal dan berbagai kegiatan lainnya. Selain itu, organisasi PPI berperan sebagai wadah beraktivitas dan menunjang kekeluargaan sesama mahasiswa Indonesia di kota Clausthal. Selain PPI Clausthal, sebagai salah satu penerima beasiswa LPDP, saya terdaftar sebagai anggota Forum Komunikasi Awardee LPDP (Formal Jerman).

13
Foto PPI Clausthal saat dalam perjalanan hiking.
14
Foto PPI Clausthal saat acara malam Indonesia (Indonesien Abend) pada bulan November 2016

Selain PPI TU Clausthal dan Formal, saya juga bergabung dengan organisasi Society of Petroleum Engineers (SPE) student chapter TU Clausthal (website: http://spe.tu-clausthal.de/). Hampir setiap universitas di dunia yang menawarkan program studi teknik perminyakan, memiliki organisasi mahasiswa SPE student chapter. SPE adalah organisasi profesi ahli dan insinyur perminyakan internasional. Terdapat beragam aktivitas dari SPE student chapter Clausthal, mulai dari seminar (mengenai perminyakan dan hal yang berhubungan dengan perminyakan), konferensi, lomba karya ilmiah (student paper contest), dan lain sebagainya. Berikut saya melampirkan beberapa foto kegiatan SPE yang saya ikuti.

15
Foto anggota SPE dan dosen ITE TU Clausthal saat acara konferensi 78th EAGE di Vienna, Austria, pada 30 Mei-2 Juni 2016.
16
Foto anggota SPE saat kuliah lapangan ke Museum Minyak dan Gas di Wietze (website: http://www.erdoelmuseum.de/).
17
Foto anggota SPE saat mengikuti lomba lari tahunan TU Clausthal pada bulan Juni 2016.

S2 di Institut für Erdöl- und Erdgastechnik (ITE), Technische Universität (TU) Clausthal – bagian 2

Jumlah penduduk di kota ini sekitar 15.000-16.000 (di kota ini terdapat banyak orang tua), sedangkan jumlah mahasiswa di TU Clausthal sekitar 5.000-6.000, jadi bisa dikatakan, sekitar sepertiga penduduk di kota Clausthal adalah mahasiswa. TU Clausthal juga dikenal sebagai salah satu universitas dengan jumlah mahasiswa asing terbanyak di jerman (kurang lebih 30% dari total mahasiswa adalah mahasiswa asing; sebagian besar mahasiswa asing tersebut berasal dari negara China). Kota ini terkenal sejak abad ke-16 karena aktivitas pertambangannya. Namun, pada tahun 1930an, aktivitas pertambangan dihentikan (http://www.clausthal-zellerfeld.de/) dan banyak daerah bekas pertambanganya direhabilitasi menjadi danau-danau dan hutan. Terdapat banyak danau di kota ini dan hutan taman nasional Harz yang cukup terkenal di Jerman. Pada musim dingin, banyak turis akan berkunjung ke kota ini untuk bermain ski dan olahraga musim dingin lainnya. Pada musim panas, banyak orang, termasuk penduduk dan mahasiswa di TU Clausthal, berolahraga di taman nasional Harz, mulai dari sepeda gunung (mountain biking), mendaki (hiking), lari lintas alam (trail running), dan lainnya. Saya sendiri termasuk orang yang menyenangi alam pegunungan. Menurut saya, Clausthal adalah salah satu kota dengan pemandangan alam yang indah di Jerman. Terlebih lagi, udara kota ini juga bersih sehingga nyaman untuk menjadi tempat tinggal.

Salah satu kegiatan yang cukup menarik minat banyak orang, termasuk penduduk Clausthal, adalah mengumpulkan stempel-stempel yang terdapat di pos-pos. Pos-pos tersebut tersebar di daerah Pegunungan Harz atau Taman Nasional Harz. Terdapat 222 stempel dan bila seseorang berhasil mengumpulkan keseluruhan stempel, namanya akan dicatat dalam buku yang berisi daftar nama orang-orang yang berhasil mengumpulkan stempel (bisa dikatakan buku rekor). Sementara itu, apabila seseorang berhasil mengumpulkan sejumlah stempel tertentu (missal 8, 16, 24, dst), akan mendapatkan pin (website: http://www.harzer-wandernadel.de/). Saya dan beberapa teman-teman mahasiswa Indonesia di Clausthal juga turut mengumpulkan stempel di sela-sela kegiatan perkuliahan. Jarak antara satu pos ke pos berikutnya biasanya 3km dan berjauhan satu dengan yang lainya. Biasanya untuk menuju setiap pos, jalan yang ditempuh adalah jalan berbatu/tanah, namun kondisinya sangat baik untuk dilalui sepeda ataupun bila kita ingin berlari/berjalan (hiking). Terdapat polisi hutan (ranger) yang menjaga taman nasional Harz dan sejauh pengalaman saya, tidak ada binatang buas. Saya beberapa kali berjalan/berlari/bersepeda sendirian di beberapa lokasi taman nasional Harz dan menurut saya, kondisinya aman dan lebih baik dari gunung-gunung di Indonesia. Misalnya saja, terdapat banyak petunjuk jalan, sehingga kecil kemungkinan seseorang akan tersesat. Di beberapa lokasi sepanjang jalan setapak, terdapat pos-pos dan juga tempat duduk untuk orang-orang beristirahat melepas lelah saat berjalan/berlari/bersepeda. Selain hutan pinus dan banyak pepohonan hijau, terdapat banyak danau dan pemandangan alam yang indah, termasuk udara yang dapat saya katakan sangat bersih (jumlah kendaraan bermotor yang lalu lalang di kota ini tergolong sedikit bila dibandingkan dengan kota-kota besar di Jerman).

1

2
Foto pos-pos untuk mencari stempel. Pos-pos ini juga dilengkapi dengan tempat duduk dan berteduh untuk orang-orang yang mendaki (wandern).
3
                        Kotak tempat stempel
4
Buku untuk mengumpulkan stempel Harzer Wandernadel Wanderpass.
5
Saya saat sedang hiking mencari stempel.
7
Danau yang terdapat di kota Clausthal. Untuk orang-orang yang menyukai alam seperti saya, maka Clausthal adalah salah satu kota yang tepat untuk menikmati pemandangan alam. Foto danau tersebut terdapat di salah satu lokasi yang disebut Ruheplatz (tempat yang tenang).

Bagi teman-teman yang menyukai hiking, di kota Clausthal, teman-teman dapat mencoba untuk melakukan hiking ke Brocken, puncak tertinggi di pegunungan Harz. Berikut saya menunjukkan beberapa foto saat saya dan teman-teman PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Clausthal melakukan hiking ke Brocken pada 16 Mei 2016 yang lalu. Bila teman-teman tidak ingin mendaki, namun ingin pergi ke Brocken, dapat menggunakan kereta uap dari Stasiun Wernigerode menuju puncak Brocken.

9
Foto PPI Clausthal saat sampai di Brocken. Foto diambil saat cuaca kurang bersahabat (mendung dan angin kencang).
10
Foto saya di Brocken.
11
Kereta uap Harz. Kereta ini telah beroperasi sejak tahun 1898 (website: http://www.hsb-wr.de/startseite/).

Start Up Safary Berlin

Berlin telah menjadi surga bagi para enterpreneur dan innovator muda dari seluruh Dunia untuk mengimplementasikan ide-ide bisnis mereka. Iklim bisnis yang sehat, biaya hidup dan biaya sewa kantor yang murah, membuat banyak orang tertarik mendirikan usaha bisnisnya di Berlin. Terlebih, perguruan tinggi dan komunitas-komunitas kreatif di Berlin turut memberikan andil terhadap pertumbuhan jumlah perusahaan rintisan (start-up) di kota ini. Mereka membuat sejumlah program yang diselengarakan guna meningkatkan gairah berdirinya perusahaan rintisan di kota ini, mulai dari agenda pelatihan dan seminar hingga program akselerasi dan inkubasi bisnis.

Start-up event adalah istilah yang populer untuk mendeskripsikan acara-acara yang mewadahi para innovator untuk memaparkan ide bisnis mereka serta produk atau jasa yang mereka tawarkan ke publik. Dalam acara seperti ini, para innovator biasanya dapat menemukan calon penyandang dana dan mitra kerja untuk mensupport bisnis mereka agar lebih berkembang. Setiap minggu, setidaknya ada belasan acara start-up event di Berlin. Start-Up Safary Berlin adalah salah satu di antaranya.

Walaupun Start-Up Safary Berlin bukanlah start-up event terbesar di Berlin, namun konsep yang dimiliki acara ini cukup menarik. Pada start-up event lainnya, pada umumya para perusahaan rintisan akan mengirimkan delegasinya dan mereka hanya akan mempresentasikan perusahaannya maupun produknya  masing-masing bergantian di sebuah ruang aula didepan para peserta acara yang hadir.

 

Start up safary Berlin 2

Figure : StartUp Safary – Zalando, perusahaan e-commerce, sebagai tuan rumah .

Pada Start-up Safary, peserta langsung diajak berkeliling memasuki kantor atau ruang kerja perusahaan rintisan tersebut. Di sini, perusahaan rintisan sebagai tuan rumah akan mejelaskan dengan detail; mulai dari gagasan bisnis mereka, kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari, hingga visi ke depan perusahaan tersebut. Terdapat juga sesi  dimana peserta dapat berinteraksi langsung dengan para pendiri dan karyawan di perusahaan tersebut dan berkesempatan membangun jaringan relasi bisnis dengan mereka. Dengan skema ini, para calon investor dapat lebih mudah menilai kelayakan bisnis yang ditawarkan dan membuat keputusan untuk menentukan apakah mereka akan menginvestasikan dananya pada perusahaan rintisan yang dikunjungi. Calon mitra dan individu-individu yang tertarik untuk bergabung dengan perusahaan rintisan tersebut pun lebih mudah untuk bertukar informasi dan melakukan kerja sama ke depannya.

“Dengan interaksi yang lebih intensif, maka akan lebih banyak kesempatan yang terbuka”, gagasan itu lah yang melandasi konsep acara ini.

Hem, menarik bukan?
Kira-kira bisakah kita tiru acara seperti ini untuk dibuat di Indonesia?
Ayo tuliskan pendapat Anda pada kolom komentar di bawah.

 

Video link URL: https://www.youtube.com/watch?v=y82bjeZ2zRw

Kontributor : Edo Raihan, TU Berlin

Menjadi HiWi: Dibayar untuk belajar, siapa yang tidak tertarik?

Jerman adalah salah satu Negara yang memberikan banyak kenyamanan dan kesempatan tidak hanya untuk warga Jerman itu sendiri, melainkan juga untuk mahasiswa asing. Selain biaya hidup dan biaya pendidikan yang cenderung lebih terjangkau dibanding dengan Negara Eropa lainnya, pemegang student visa juga diperbolehkan untuk bekerja dengan ketentuan yang berlaku. Jenis pekerjaan yang bisa kita lakukan di Jerman sangat variatif; dari mulai penjaga stand pameran hingga menjadi pemeran figuran senetron (apabila berbakat, ya!). Kita tinggal memilih pekerjaan mana yang paling cocok dan sanggup kita lakukan tanpa harus mengorbankan niat utama kita, yaitu untuk belajar. Ada gak sih pekerjaan yang bisa menunjang proses belajar kita sekaligus juga dibayar oke? Jawabannya: ada banget!

Menjadi seorang research assistant, atau dalam istilah bahasa Jerman biasa disebut dengan HiWi (Hilfswissenschaftler) di perguruan tinggi tempat kita belajar adalah salah satu pekerjaan yang bisa kita lakukan tanpa harus mengganggu tugas utama kita untuk belajar, bahkan, pekerjaan ini bisa membantu kelancaran kuliah kita juga lho! Apabila kita bekerja sebagai research atau teaching assistant, terutama di departemen/fakultas yang sama dengan yang kita ambil, maka secara tidak langsung kita akan belajar hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu kita. Menarik kan? Ilmu kita makin banyak dan bonusnya kita mendapatkan bayaran 🙂

How to be a research assistant?

Biasanya ada dua cara yang dilakukan oleh pihak universitas dalam melakukan rekrutmen HiWi; publikasi di kampus atau dosen itu sendiri yang memilih research assistant yang mereka inginkan. Apabila informasi itu dipublikasikan di kampus, maka proses yang berlaku sama dengan proses rekruitmen pekerjaan pada umumnya: mengirim surat lamaran dan curriculum vitae, seleksi, interview, dan terakhir tanda tangan kontrak apabila diterima. Biasanya, proses rekruitmen ini akan banyak bermunculan di setiap akhir summer semester karena banyak research assistant yang sudah lulus kuliah.

Cara kedua adalah secara langsung ditawarkan dan dipilih oleh professor yang bersangkutan. Nah, untuk yang satu ini kita harus cerdas dalam melakukan “tebar pesona”. Hampir semua professor merekrut research assistant dari mahasiswa yang dia ajar atau direkomendasikan oleh kolega sesama professor. Prosesnya lebih singkat dan sederhana dibandingkan dengan cara pertama tadi. Karena mereka sudah tahu profile kita (dari CV yang kita kirim untuk daftar kuliah dan keseharian kita di kelas), maka kita hanya perlu datang untuk mendapatkan penjelasan tentang tugas kita dan melakukan tanda tangan kontrak di kantor kepegawaian. Harus pintar dan dapet IPK 1.0 dong? Oh tidak perlu! Biasanya professor akan mencari mahasiswa yang specialist, bukan generalist. Satu professor bisa memiliki satu hingga empat orang research assistants, dan setiap research assistant memiliki keahlian masing-masing. Jadi, kita tidak perlu pintar dalam segala bidang, cukup beberapa saja yang menjadi keahlian kita.

Apa saja tugas research assistant?

Tugas utama seorang research assistant adalah membantu dalam segala hal yang berhubungan dengan penelitian yang akan atau sedang dilaksanakan oleh professor tersebut seperti melakukan literature review, mengumpulkan dan menganalisa data, menyiapkan proposal dan materi untuk komite dan calon donator, membuat presentasi untuk seminar atau conference, melakukan korespondensi, menghadiri project meetings, dan menulis laporan research progress. Selain tugas utama yang disebutkan tadi, seorang research assistant juga bertugas untuk me-maintain perkembangan studi mahasiswa (baik itu mahasiswa S1 ataupun mahasiswa S2 dengan “kebutuhan khusus”) seperti mengirim tugas, memonitor paper assignment deadline, dan melakukan coaching atau konsultasi untuk mahasiswa yang tidak lulus dalam mata kuliah tertentu (lumayan kan bisa dikenal sama junior atau senior?).

Ruang kerja, face to face terus dengan professor
Ruang kerja, face to face terus dengan professor

Berapa working hours yang diperbolehkan?

Jumlah jam bekerja yang diperbolehkan oleh regulasi pemerintah Jerman untuk mahasiswa asing berbeda-beda, tergantung dari mana kita berasal. Untuk mahasiswa yang berasal dari Austria, Belgium, Bulgaria, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Sweden, Switzerland, Slovakia, Slovenia, Spain dan the United Kingdom, diperbolehkan bekerja sebanyak mungkin. Namun, seperti yang juga berlaku untuk mahasiswa Jerman, apabila bekerja lebih dari 20 jam dalam seminggu, maka diwajibkan untuk membayar sejumlah pajak kepada German social security system.

Untuk mahasiswa yang berasal dari selain Negara tersebut diatas, termasuk dari Indonesia, maka kita diperbolehkan untuk bekerja selama maksimal 120 hari (full-day works) atau 240 hari (half-day works), atau rata-rata 80 jam per-bulan. Apabila kita bekerja sebagai research assistant, maka kita diperbolehkan untuk bekerja lebih dari 120 jam dalam setahun asalkan kita melapor kepada Alien Registration Office (sumber: Study in Germany). Ingat ya! Harus lapor kepada Alien Registration Office, karena apabila kita tidak melapor akan dianggap sebagai bentuk pelanggaran dan kita bisa dipulangkan ke Negara kita karena telah menyalahgunakan hak kita sebagai pemegang student visa.

Pantry, bisa digunakan untuk menghangatkan bekal makan siang dan bikin kopi
Pantry, bisa digunakan untuk menghangatkan bekal makan siang dan bikin kopi

How much do we earn?

Berapa jumlah bayaran yang kita peroleh akan sangat bergantung pada jenis pekerjaan kita, prior knowledge and experience, lokasi/kota tempat kita bekerja, dan faktor lainnya. Untuk pekerjaan sebagai research assistant, biasanya kita akan dibayar EUR 10 hingga EUR 14 per-jam. Pembayaran akan dilakukan disetiap akhir bulan yang langsung ditransfer oleh pihak universitas ke rekening kita. Jadi dengan bekerja selama 10 jam saja per-minggu, kita sudah bisa mendapatkan uang tambahan (selain dari beasiswa atau dari orang tua) sebanyak EUR 400 – EUR 560 dalam sebulan. Saya yakin, bekerja 10 jam seminggu tidak akan mengganggu kuliah kita ko! Anggap saja itu alokasi nongkrong sambil haha hihi di warung kopi. Selain itu, waktu kerja yang fleksibel menjadi kelebihan tersendiri, kita bisa bekerja kapanpun kita mau selama tidak ada janjian meeting dan pekerjaan kita selesai tepat waktu.

Apakah kita wajib membayar pajak?

Berbicara soal pajak dan dana pensiun yang diambil dari gaji setiap orang yang bekerja di Jerman memang akan sangat panjang. Persentase pajak yang diambil akan sangat tergantung kepada jumlah penghasilan, marital status (jomblo pajaknya lebih besar lho!), dan aspek lainnya. Nah, untuk mini-job dengan penghasilan perbulan dibawah EUR 450, kita tidak diwajibkan pajak dan bisa memilih untuk tidak ikut dana pensiun. Apabila mahasiswa berpenghasilan lebih dari EUR 450 per-bulan, maka akan dikenakan pajak. Namun, pajak yang kita bayarkan bisa kita ambil kembali, atau dikenal dengan istilah income tax return, yang bisa kita ambil di setiap akhir tahun atau pada saat kita akan kembali ke Negara masing-masing dan tidak bekerja lagi di Jerman. Dalam beberapa kasus, penghasilan dibawah EUR 450 juga akan dikenakan income tax, namun tetap nantinya akan dikembalikan juga. Jadi, itung-itung nabung saja!

Bagaimana dengan potongan uang pensiun? Hanya mahasiswa berpenghasilan lebih dari EUR 850 akan dikenakan iuran pensiun penuh sebanyak 9.45%. Apabila mahasiswa bekerja lebih dari 80 jam per-bulan (Ingat ya harus lapor Alien Registration Office), maka selain dikenakan pension insurance, akan dikenakan juga health and unemployment insurance. (sumber: Deutsches Studentenwerk).

Bagi sebagian orang, bekerja sambil kuliah di Jerman merupakan suatu tuntutan. Namun, selain tentunya mendapatkan financial benefit, ada hal lain yang lebih penting dari sekedar mendapat penghasilan yang dengan bekerja di Indonesia pun sebenarnya bisa kita peroleh. Belajar dan mengenal secara langsung bagaimana bekerja bersama orang-orang Jerman (dan warga negara lainnya), di institusi Jerman, dan langsung di Negara Jerman tentunya lebih berharga dibandingkan sejumlah Euro yang kita dapatkan. Selain itu, network yang kita bangun selama bekerja disini, suatu saat akan kita butuhkan kembali. So, masih tertarik untuk menjadi HiWi?

Salah satu corporate partner untuk research dibidang cargo
Salah satu corporate partner untuk research dibidang cargo

Penulis:

Abdul Mu’ti Sazali – Mahasiswa program MBA Aviation Management di Frankfurt University of Applied Sciences (FRA-UAS) / Research Assistant for Aviation and Logistics at FRA-UAS.

ChocolART, Festival Cokelat Terbesar di Jerman

ChocolART merupakan Festival cokelat terbesar di Jerman yang diselenggarakan setiap tahunnya di Kota Tuebingen. Festival ini diadakan setiap akhir bulan November sampai awal bulan Desember sebelum Weihnachtsmarkt dimulai. Pada Festival ini, banyak stand dari produsen coklat lokal hingga internasional, yang menjual coklat dari yang berbentuk batangan, cair, sampai bentuk unik-unik. Produsen coklat juga biasanya memasarkan produk spesialnya yang tidak dijual bebas di festival ini. Hal-hal yang menarik dari chocolART ini selain tidak adanya tiket masuk, alias gratis, di festival ini kita bisa mencicipi produk coklat gratis (kalau penjual coklatnya menyediakan sample coba gratis.. hehe), ada juga kursus pengolahan coklat, berbagai seni rupa dari coklat, ada juga pertunjukan pengolahan coklat yang bisa kita lihat langsung. Kita juga bisa mendapat ilmu-ilmu menarik tentang coklat di festival ini karena terdapat juga museum cokelat serta ada kuliah/presentasi mengenai coklat.

Untuk info lebih lanjut tentang ChocolART bisa mengunjungi web berikut : www.chocolart.de

 

Berikut foto-foto dari ChocolART tahun 2015 :

ChocoART 2

ChocoART

 

Penulis : Arif Luqman

(Studi Doktoral, Eberhard Karls Universitat Tubingen)

 

 

 

Pelajar Indonesia Perkenalkan Tempe Mendoan di Culinaria Festo, Jerman !!

Oleh: Risma Rizkia Nurdianti

Apa itu Culinaria Festo? Culinaria Festo adalah salah satu acara Internasional yang diadakan oleh Departemen Internasional Universitas Bonn (Jerman), yang dilaksanakan pada tahun lalu, tepatnya tanggal 15 Mei 2014 pukul 15.30 CET di Mensa Nassestrasse. Acara ini dimanfaatkan untuk memperkenalkan kuliner khas dari berbagai negara. Akan tetapi, untuk mengikuti kegiatan ini tidaklah mudah, karena para peserta harus mengikuti proses seleksi. Para peserta terlebih dahulu harus mengajukan beberapa menu sejak tanggal 28 Maret 2014, kemudian Chef akan menyeleksi seluruh menu. Pertimbangan pemilihan menu tidak hanya didasarkan pada ketersediaan bahan di Jerman dan juga kandungan nutrisinya, akan tetapi menu tersebut harus sesuai dengan lidah para pengunjung Internasional yang didominasi oleh orang-orang Eropa. Contohnya, menu makanan yang disajikan tidak boleh pedas. Selanjutnya apabila terseleksi, maka peserta akan dihubungi oleh pihak panitia yang kemudian harus mengikuti beberapa kali pertemuan untuk mendapatkan keterangan mengenai prosedur yang akan dilaksakan pada saat kegiatan. Pada tanggal 15 Mei 2014, peserta diminta datang pukul 13.00 CET untuk coaching penggunaan dapur di Mensa Nassestrasse. Para peserta wajib menaati segala protokol yang diterapkan di dapur tersebut, misalnya menggunakan apron, penutup kepala, mencuci tangan hingga bersih, hingga yang paling penting adalah peserta harus dalam keadaan sehat. Adapun peserta yang lolos seleksi adalah dari Ghana, Yunani, Honduras, Indonesia, Iran, Pakistan, Polandia, Vietnam dan Turki.

Pada acara Internasional tersebut, 3 pelajar Indonesia berhasil membawakan salah satu menu andalan yakni Tempe Mendoan. 3 pelajar Indonesia tersebut adalah Risma Rizkia Nurdianti, Mira Maisura dan Monica Santosa. Risma Rizkia Nurdianti adalah mahasiswi penerima Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan) tahun 2013 program ARTS (Agricultural Sciences and Resources Management in the Tropics and Subtropics) Universitas Bonn, yang juga pernah menerima Beasiswa Unggulan tahun 2011 dan Beasiswa PPA tahun 2007 (Prestasi Peningkatan Akademik). Mira Maisura adalah mahasiswi penerima Aceh Scholarship for Excellent tahun 2011 yang disalurkan oleh DAAD (Deutscher Akademischer Austausch Dienst / German Academic Exchange Service) Jerman pada program Universitas Bonn, sedangkan Monica Santosa adalah mahasiswi penerima Beasiswa DAAD Development-Related Postgraduate Courses tahun 2012 program ARTS Universitas Bonn. Meskipun disibukkan dengan kegiatan rutin akademik dan aktivitas organisasi Internasional lainnya, memasak merupakan hobi yang digemari 3 pelajar Indonesia tersebut.

(Foto bersama peserta lain (dari kiri) peserta dari Iran, peserta dari Polandia, Risma, Mira, dan Monica)
(Foto bersama peserta lain (dari kiri) peserta dari Iran, peserta dari Polandia, Risma, Mira, dan Monica)

Berawal dari hobi memasak hingga bisa menyajikan menu Tempe Mendoan di ajang Internasional, yang juga diliput media cetak dan elektronik setempat, merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi 3 pelajar Indonesia tersebut. Di Indonesia, Tempe Mendoan adalah cemilan biasa, namun dalam acara tersebut Tempe Mendoan menjadi primadona. Tempe Mendoan yang disajikan sangat diapresiasi para pengunjung yang datang, terbukti dengan ludesnya 1.300 keping Tempe Mendoan hanya dalam waktu 15 menit. Menu ini menjadi favorit, karena sangat digemari para Vegan (orang-orang yang mengikuti pola hidup sehat tanpa memakan produk ternak sama sekali). Akan tetapi, pujian tidak hanya datang dari para pengunjung, juga dari para Chef yang bertugas saat itu dan seluruh awak media yang meliput acara Culinaria Festo.

(Salah satu berita yang dimuat di koran setempat)
(Salah satu berita yang dimuat di koran setempat)

Semoga tidak hanya Rendang, Sate, Mie Goreng, Nasi Goreng atau Tempe Mendoan saja yang dikenal dunia, akan tetapi segala hal yang berkaitan dengan budaya Indonesia lainnya. Satu hal yang juga tidak kalah penting, bahwa pelajar Indonesia yang tersebar di seluruh dunia bukan hanya pelajar yang hanya menuntut ilmu dan mengejar mimpinya semata, tetapi di pundaknya pula nama Indonesia dijunjung dan dibanggakan keberadaannya. Meski kini kami tidak di Indonesia, tapi Indonesia sedetikpun tak akan pernah terlupa! MERDEKA!!

(Foto bersama seluruh peserta dan Chef)
(Foto bersama seluruh peserta dan Chef)

*photo credit: Risma Rizkia Nurdianti